Friday, May 17, 2013

PT Sepur!

Ketika mesin-mesin raksasa itu dg rakusnya menggilas bangunan yg dulu kokoh. Ketika malam mulai berisik dg gemuruh ekskavator, backhoe hingga tower crane. Siang hanya akan menyisakan debu bangunan.

Dan, semuanya tercatat tinggal sejarah. Tak ada lagi kicauan tetangga menjemput fajar, yang genit menawar barang diantara pedagang sayur keliling.

Potret di kompleks perumahan kami. Tepat di tepi jalan raya (lokal sekunder). Lebar jalan yg tak lebih dari 5 meter. Satu atau dua tahun lagi akan menatap berderet-deret bangunan baru sebagai pusat transaksi jual beli, menggantikan deretan rumah yang lima dekade ini dihuni para pensiunan pt sepur dan keturunannya.

Apakah suatu hal yang kelewat picik jika "puluhan" penghuni rumah menolak hengkang, lalu pt sepur menarik biaya sewa yg mencekik termasuk beban sewa sejumlah tahun terhitung sejak masa awal pensiun. Alih-alih bumn (dalam regulasinya) melakukan optimalisasi aset, pengusiran menjadi manusiawi tanpa kompensasi layak.

Lahan itu memang milik pt sepur, diklaim akan dialihfungsikan sebagai relokasi pasar tradisional lantaran lokasi pasar yg sebelumnya dikepras guna pelebaran jalan. Deretan rumah yang hendak diluluhlantakkan itu dipilih karena membelakangi lapangan kosong. Lapangan inilah yang sejatinya diincar. Lapangan yang selama ini 'hanya' dipakai aktivitas olahraga murid2 sekolah dasar setempat dan latihan club-club futsal.

Aneh rasanya jika bangun pagi, membuka jendela kamar langsung disambut riuhnya pedagang pasar. Bau amis, sayur busuk, kotoran ikan dan lantangnya suara para penghuni "blok m" akan segera mengakrabi.

Kekumuhan dan kriminalitas, besar kemungkinan segera menghampiri kawasan yang dulu nyaman sebagai hunian melewatkan hari tua. Aktivitas kerja tak lazim dengan jam tidur biasa pasti juga menyergap sejak pukul 03.00 dan mungkin berakhir pukul 07.00.

Apakah ini yang namanya pembangunan? Lalu, adakah yang pernah berhasil melawan dampak negatifnya? Sepanjang sejarah, perlawanan terhadap pembangunan pada akhirnya harus tunduk dan mengalah pada sebuah kata bernama kepentingan. Siapa lawan siapa demi siapa. Maka demikian, regulasi diciptakan untuk mencari korban baru atau memang harus ada tumbal di setiap regulasi.

No comments: