Thursday, May 21, 2015

Hidup

Hidup ini seperti berlari-lari. Sering kita dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang memaksa kita berkeputusan dalam sekejap. Dengarlah kata hati. Kadang, di satu masa tak ada yang lebih jujur darinya.

Dirimulah yang paling tau ke mana kakimu harus melangkah, ke mana tanganmu harus diulurkan, ke mana jiwamu harus mengabdi, dan ke mana hatimu harus berlabuh.

Tuhan kadang enggan campur tangan pada manusia yang menilai dirinya terlalu tinggi. Namun, ketika kamu tak lagi peduli tentang nilai diri, hanya terus berlari hingga di ujung nafas, berserah segenap jiwa, DIA akan memberimu segalanya.

Monday, May 4, 2015

Dendam Kesumat Polri KPK


Tak ada yang lebih menyeramkan selain menyaksikan perseteruan dua lembaga penegak hukum di negeri ini. Polri vs KPK. Sebuah konsekuensi negeri yang tengah merangkak membangun sistem pemerintahan yang bersih di atas pilar demokrasi. Di sini, analogi cicak vs buaya sepertinya bakal terus berulang ketika kepemimpinan sebuah lembaga dibangun di atas semangat arogansi.

Semangat arogansi untuk memberangus mental "sok bersih," sebab yang ada hanyalah para pendosa yang tak layak tampil memimpin negeri. Mereka yang coba2 tampil akan menjadi pahlawan kesiangan yang ujung2nya akan terpuruk di balik terali besi. Polri sedang menunjukkan tajinya. Hanya penguasa Polri yang boleh bebas macam2.

Perseteruan itu bak ironi ketika para penegak hukum dalam tubuh KPK tak lain adalah para anggota Polri sendiri yang notebene sudah dianggap "insaf." Kalau demikian, Polri sedang melakukan pembusukan dari dalam. Seluruh negeri ini dibuat terperangah. Apa benar, ketika kelemahan seseorang dijadikan senjata pamungkas untuk membumihanguskan nama baiknya itu sah secara hukum? Benar-benar dendam kesumat tak akan pernah tamat.

Lantas buat apa dibentuk KPK? Semangat memberantas korupsi memang patut diacungi jempol. Namun, kerja lembaga pemberantas korupsi di sebuah negeri yang korup tentu tidak mudah. Batu sandungannya cukup besar. Taruhannya pun nyawa. Hanya mereka yang bermental baja yang siap merapatkan barisan ke dalam tubuh lembaga tersebut. Seharusnya, mereka juga telah mempersiapkan "peralatan perang" terlebih dulu ketika tau siapa yang bakal jadi musuhnya. Yang mereka hadapi bukanlah maling ayam atau maling sandal.

Itu sebabnya, bekal agama saja tidak cukup. Beberapa petinggi KPK yang "pada akhirnya" dijerat oleh hukum tampak sangat percaya diri menyertakan simbol2 keagamaan ketika nama mereka mendadak beken di media massa. Berlindung di balik simbol agama, bahwa apa yang mereka lakukan tidak berdosa. Semata2 semua karena dirinya sedang diuji oleh Allah. Ok, they're trying to prove that they are innocent.

Saya sangat berempati terhadap KPK, tapi jujur saya geli melihat ulah mereka. Yg satu berbicara hukum negara, satunya berbicara hukum agama. Publik sekarang semakin cerdas. Apakah hanya dengan mengusung simbol2 agama akan terlihat lebih alim dan "bersih?" Bapak perlu membeberkan bukti bahwa apa yg dilakukan Polri memang tidak cukup beralasan alias mengada2.

Meski kita semua tahu bahwa apa yang dilakukan Polri besar kemungkinan adalah upaya "balas dendam," namun bangunlah pencitraan yang lebih cerdas melalui media massa. Pahami tentang model opini publik di negeri ini dan siapa saja yg berpotensi kuat menjadi sumber pembangun opini tersebut. Tak perlu mencampuradukkan urusan agama dengan urusan sekuler atau yang sifatnya kenegaraan, sebab negara ini sudah terlalu banyak mengintervensi urusan agama.