Monday, October 2, 2017

Katak dalam Tempurung

Beberapa tahun silam, seorang teman wanita di kantor lama jaman magang kuliah pernah berujar, "Kamu itu jangan seperti katak dalam tempurung," ujar wanita yang saat itu berusia 35 tahun dan belum menikah. Mungkin, saat itu dia merasa pantas menasehati karyawan baru yg usianya jauh di bawah dia dg sepak terjang yg tak sebanding dgnya.

Saya yg bekerja di lantai 2 dan tdk banyak mengenal org2 yg ada di lantai 1. Jumlah karyawan yg bekerja di lantai 1 dan 2 saat itu mungkin tak sampai 100 org. Tapi entah mengapa saya enggan sksd. Kurang supel mungkin. Jadi setiap kali obrolan ttg si A si B si C ttg karyawan yg di luar lantai 2 ngga pernah "ngeh."

Bertahun2 berlalu, kabar terakhir yg saya terima dia masih bekerja di dalam perusahaan yg sama (cuma pindah anak perusahaan yg lebih kecil). Dia masih menekuni bidang yg sama, berpendidikan yg sama dan tdk ke mana-mana. Persis seperti katak dalam tempurung...

Terima kasih atas kalimat lecutannya si mbak, saya jd termotivasi berpindah2 kerja ke tempat yg lebih baik dan mau meneruskan pendidikan yg lebih tinggi.

Wednesday, September 27, 2017

Office Romance

Siang itu, dalam obrolan ringan dg seorang kawan yg juga head dept di kantor dan kebetulan dia laki-laki. Topiknya adalah perselingkuhan di dunia kerja. Lagi marak. Wabah? Virus? Habit?

Seorang karyawan yg baik, belum tentu seorang suami yg baik, dan sebaliknya.
Seorang anak yg baik di mata orangtuanya, belum tentu seorang pimpinan yg baik dalam perusahaannya, dan sebaliknya.

Mutasi seringkali mjd alasan mengapa salah satu pasangan harus resign dari pekerjaan. Hidup yg semula double income mjd single income sangat tdk mudah di kota besar.

Namun, bagi mrk yg menganggap bahwa keluarga adalah investasi yg tak ternilai maka hidup dg single income adalah pilihan yg terakhir.

Double income dan hidup berjauhan dari keluarga adalah pilihan yg berat. Masih kata dia, kecuali klo tiap bulan ada budget cukup utk bersua anak istri. Itu cerita lain.

"Sekuat2 laki2 klo jauh dari istri bahaya," hot papa itu menegaskan. Banyak teman demikian terbuka bercerita tentang perselingkuhannya. Bukan bangga, hanya gaya bertutur seorang dewasa membuat saya bisa membedakan dari gaya yg sok2an.

Ada banyak pelaku perselingkuhan yg tdk pernah terencana, sedikit mengendap-endap dan berusaha tampil wajar tak kebablasan. Kasak-kusuk sering menguap sbg gosip tanpa klarifikasi. Ada yg kepo. Ada yg cuek. Ada yg arogan klarifikasi.

Masih soal cerita tentang teman di kantor. Entah hubungan keduanya smpe sejauh apa, si manajer wanita yg satu ruangan dg saya dan manajer laki2 jauh di kantor pusat. Hubungan yg sdh lama (ternyata), terendus olehku ketika mrk sering bertelpon mesra di sela jam kantor.

Entah apa yg dilakukan si manajer wanita ini dg selungkuhannya sehingga kemudian Tuhan dg keras menegurnya dg cara mengambil nyawa sang suami dalam sebuah kecelakaan tunggal. Si wanita inipun syok berhari2 spt org linglung.

Saya jd ikut termenung. Apakah Tuhan sdg memberitahukan padanya agar lebih menyayangi apa telah diberikanNya selama ini yg bernama pendamping hidup?

*Saya, yang tak sempurna dan tak hendak menghakimi siapapun.


Saturday, September 16, 2017

Catatan Syukur

Embun belum beranjak
membalut dendam kemarin
Tepat di antara kepergian itu
yang bisu
entah seharusnya indah

Sebaris kalimat
Catatan syukur
Di langit pagi
Terukir di tengah awan

Haruskah girang?
Atau meratap?

Bisikkan pada Tuhan
Kemarin, kupetik rembulan itu
Kugenggam
lalu kumainkan di tangan kanan
Tepat sebelum "Catatan Syukur"
terlihat di langit pagi

Pertanda baik?
Dendam harus luruh



Saturday, September 2, 2017

I'm Sorry Baby...

Wanita itu meregang nyawa. Sakit menahun dideritanya. Entah diagnosa apa. 
Tetiba datang berkabar, ruhnya tak lagi bersatu dg raganya. Mimpi di malam itu.
Bukanlah doa siapa dalam tiupan takdir. Bukan!
Karena aku tak peduli masamu bersamanya.

Aku tak hendak bersorak jika dia tak lagi bersamamu.
Aku tak hendak berlari memelukmu jika dia pergi selamanya.
Aku hendak pergi meninggalkanmu.
Ke tempat di mana tak ada lagi jejak kita.
Di lorong waktu yg berputar seperti deret ukur.

Aku akan berlari kencang seperti kau merampas kemarinku.
Lalu berlagak tak tahu. Berdalih seperti sangkamu.
Aku akan terus pergi. Tanpa ingatan kemarin. Bersamamu.

Ya, kemarin. Ada tawa di awal jumpa. Menderu nafas yg terpagut.
Meluruh dinding yg beku. Memeluk senja berganti fajar.
Tanpa mengetuk tanpa sapa. Semua tiba-tiba. Semua apa-apa.
Semua... semua... dan semua.


Friday, September 1, 2017

Sederet Tentang Dia

Dia yang baru kukenal di pengujung tahun 2016
Dia yang ramah menyapa dan bertanya
Dia yang duduk bersebelahan dgku
Dia yang punya banyak cerita
tentang sejarah perusahaan
di mana kami bekerja
Dia yang punya banyak cerita
tentang org2 di dalam perusahaan
di mana kami bekerja
Dia yang selalu mengabarkan tentang dunia
Dia yang aq dpt cerita tentangnya dari yg lain
Dia yang didepak dari jabatan prestisnya
Dia yang merupakan teman mantan pimpinan saya
Dia yang sabar menerima keputusan
Dia yang menikmati hidup
ketika banyak orang mencibir kinerjanya
Dia yang mengalah dari ego
Dia yang selalu bertanya padaku,
hidup ini apa yang sejatinya kamu cari
hidup ini tinggal menunggu waktu tentang kebenaran
Dia yang telah melintas setengah abad
Dia yang bijak pada usianya
Tiba-tiba pergi tanpa kata
karena heart attack
di Hari Jumat nan mulia,
25 Agustus 2017 pk 06.30 WIB

Selamat jalan bapak..
Semoga engkau tenang di sisi-Nya..

Darimu, saya belajar sebuah hal besar. EGO
Hidup selalu dihadapkan pada pilihan.
Diam pun adalah pilihan. Bergerak mundur juga pilihan.
Seperti ceritamu tentang seorang kawan satu angkatanmu.
Disingkirkan dari jabatan prestis memilih mundur
lalu berwirausaha. Membawa dendam dan sakit hati.
Kamu berpesan padanya, kenapa tidak dijalani saja dulu
Hidup ini sejatinya mau cari apa? Itu katamu pdnya.
Tp kawanmu tetap pergi dan kini sukses dg usahanya.

Menjadi lebih baik memang harus melalui sederet rintangan.
Jgn lupa, konflik dibuat krn Tuhan ingin menguji dan kdg
di dalamnya Tuhan berkehendak mengangkat derajat manusia.

Jangan takut mengambil keputusan.
Hidup ini apa yg sejatinya kamu cari?
Saya ingin mencari damai dg cara saya, pak.

Status di Medsos Lebih Penting?


Knapa saya jadi geli sndiri...

Pagi itu mendapat banyak invitation melalui email dari sebuah medsos bernama Linked dari bbrp kawan. Saya bukan org yang memiliki tingkat kepercayaan diri yg cukup bagus. Mski kdg rasa pede itu muncul, tp sering diselimuti rasa bersalah.

Saya klik beberapa diantara profil2 mereka, ada yg bangga menampilkan citra diri dengan menulis sederet jabatan dari yg tahun kapan smpe yg kekinian. Ada yg bangga cuma dg menuliskan jabatan manager tapi entah kerja di perusahaan macam apa dan gaji berapa. Ada yg asal2an ato sekedarnya mendeskripsikan diri tapi sejatinya saya tau dia memiliki tugas dan salary yg bisa dibanggakan.

Apakah saya adalah bagian dari manusia lawas yg menilai kepedean seseorg dengan label alay? Kata seorang kawan senior di dunia politik, dalam politik org justru harus bisa "menjual diri" agar org mengenalmu. Asal jangan kelewat batas. Celakanya, batasnya ini berada dalam tolok ukur yg sangat subyektif.

Menjual diri sah-sah saja asal sebanding dg kenyataannya, kata dia. Nek kebangetan iku jenenge dodol abab. Saya jd ingat seorang kawan bernama Yessi yg saya kenal ketika di Seoul. Bagi saya dia wanita hebat. Kala itu, di akun FB nya dia hanya menyebut dirinya lulusan sebuah SMA swasta di Jkt. Wkt saya kenal, dia sdg menempuh beasiswa di Belanda yg sistem beasiswanya bukan full scholarship. Jurusan IT Bisnis. Kebetulan wkt itu dia lagi magang di Seoul 6 bulan. Kini dia bertunangan dg pria Prancis yg rupawan. Yessy tak pernah ubah status apapun di medsos, tp foto2nya cukup bercerita bahwa wanita sederhana itu bukan sembarangan wanita.

Tuesday, August 22, 2017

Selfnote

Pengalaman dan usia seringkali berbanding lurus. Sebuah kalimat dari bos saya di kantor, sering membuat saya termenung. Betapa beliau bijak pd usianya, pd masanya. Apakah saya bisa menjadi bijak ketika seusianya kelak? Saya msh hrs banyak belajar darinya...

Saya dan beliau tdk berada dlm satu kota, namun komunikasi kami tak pernah putus. Apapun masalah yg saya hadapi dlm pekerjaan, beliau selalu sanggup back-up. Pagi itu dia memforward sms dari seorang wartawan yg isinya bikin emosi. Tapi saran dari beliau bikin saya terdiam.

Ajak dia ketemu. Ngobrol dari hati ke hati. Nambah teman / seduluran itu jauh lebih baik. Jangan cari musuh. Rupanya, si bapak mengajarkan saya utk mengalah thdp ego. Saya uda emosi bkn main mau melaporkan si wrtwn pd pemrednya, hendak saya ladenin perdebatan via WA. Untungnya, terakhir kali WA dia cuma saya READ.

Prinsip saya, daripada kebanyakan nulis kalimat2 emosi mending diam. Si bapak mengajari saya agar jangan mudah terpancing membaca kritik.
Hadapi lawan dg senyum. Kenali apa maunya. Rangkul lawan dan jadikan dia kawan. Mengalah bisa menambah kawan.

Thursday, June 29, 2017

Selamat Jalan Guruku...

Laurentius Dyson. Civitas akademik Universitas Airlangga pasti mengenal beliau. Sosok berwatak keras namun berperawakan lucu. Pembawaannya serius santai ketika menyampaikan materi kuliah. Semalam, Rabu 28 Juni 2017 tepat pukul 21.30 WIB beliau menghembuskan nafas terakhir di Graha Amerta RSU dr Soetomo Surabaya.

Pengujung 2013 saya masih sering bertemu dalam perkuliahan. Sosok yang lucu dan pemurah nilai ini selalu memberikan nilai A pada semua mata kuliah yang aku ambil. Terakhir yang aku ingat pesannya ketika aku berniat mengambil beasiswa ke luar negeri, beliau salah satu dosen yang bersedia memberikan rekomendasi. Lama tak terdengar kabarnya, bahkan ketika profesor dengan cara berpikir out f the box ini sakit selama sebulan di ICU sayapun tak tahu. Teman2 ramai di Facebook, namun krn akun FB sdh lama nonaktif hingga pagi ini tetiba mendapat pesanberantai di grup WA bahwa beliaun telah pergi selamanya.

Selamat jalan bapak.... Selamat jalan guru.... Selamat jalan teladan mahasiswa.... Semoga ilmumu menjadi amal jariyahmu. Aamiin...

Tuesday, June 27, 2017

June 18th

Dua kado termanis 18 Juni 2017
Dari dua wanita "malaikat" Tuhan

Kebersamaan di Lauk Pauk
dengan saudara baru
menandai awal perjalananku
di karir yang lain

Pesan singkat dari jauh
yang memberiku tiket gratis
berjumpa kembali dengan baitullah

Terima kasih Yaa Allah...

Mataharimu

Mataharimu tlah terbenam
Ketika cakrawala menatap sepi
Juni tak datang hanya bersukacita
Ada Juli terpanggil menyerta duka

Jika masih tersisa makhluk sepertimu
Katakan pada sisa bulan di pengujung tahun
Segeralah beranjak dari mimpi
Mentarimu hanya elok di cakrawala pertama

Mungkin, malam pun murka
Mengintip cerita jiwa yang sesuka hati
Jika berharap cemara itu sempurna
Penantian harus kau bayar mahal

SINDO

Kiamat kecil itu tertanggal 5 Juni 2017. Begitu kata mereka. Ketika perusahaan tempat mereka bekerja selama lebih dari 1 dekade dinyatakan pailit. Sindo. Media cetak milik MNC Grup itu resmi tutup per 23 Juni 2017. Semua teman Sindo mengirim pesan berantai sekaligus permohonan maaf sekaligus meneruskan pengumuman resmi perusahaan pada 2 minggu sebelum penutupan. Semua berkas dikemas rapi dalam box. Kaki  dan hati bersiap hengkang. Ada banyak kawan kukenal di sini. Itu sebab mengapa nafas ini berasa tercekat mendengar kabar pagi itu.

Mungkin, ini akhir dari zona nyaman yang belum dipersiapkan sebagian besar kawan2 Sindo. Saya sedikit bercerita pada seorang kawan melalui pesan singkat, bahwa kondisi ini pernah saya alami. Perusahaan media tempat saya bekerja magang memang tdk pailit. Tapi hidup segan mati tak hendak. Bisnis koran cetak tend to decline. Karir saya stag. Suasana kerja membosankan. Duit dan gengsi memang bergelimang, tapi saya tak lagi menemukan secuil nafas bernama tantangan. Pimpinan terlalu mendikte. Mengintervensi jam bebas yang bernama cuti. Bahkan ketika weekend harap lapor seperti pada Pak RT.

Inikah suasana kerja yang sehat? Saya terus bertanya mau ke mana hidup saya jika terus seperti itu. Hingga suatu saat saya benar2 hengkang setelah resmi berpamitan. Lega. Saya pun cari hiburan dengan berkeliling Korea. Pulang ke Tanah Air mengambil kursus kuliner, lalu melanjutkan S2.

Beberapa teman menawari kerja dan sempat mencobanya namun pada akhirnya yang berjodoh adalah di tempat yang tidak pernah saya duga sebelumnya.

Jangan patah semangat kawan! Dunia ini masih berputar. Kalian tak akan selamanya memikul derita. Segeralah bangkit dari mimpi yang bernama zona nyaman. Buang jauh jubah elite bernama wartawan. Banyak profesi lain menanti dengan segudang ilmu yang telah kalian miliki.

Thursday, June 1, 2017

Indah

Bukankah semua indah
Meski tak sesuai rencana
Bukankah jejak itu masih ada
Meski coba ditutupi
Bukankah semua berpuas diri
Meski telisik datang berjingkat2

Ketuklah tiga kali
Semua yg indah terasa indah
Ketuklah tiga kali
Semua yg indah harus berakhir

Biarkan malam bergumam
Menikmati aroma keraguan
Di antara bibir yg terpagut

Biarkan burung malam bercerita
Menitip desah yg tak kau minta
Di antara desir yg tercekat


Doa

Adakah doa yang sempurna
Jika di setiap ketuk
Engkau terdiam

Kumintakan cinta sempurna
Kau hadirkan fana
Kumintajan hati yg tulus
Kau hadirkan yg pamrih
Kumintakan hidup yg manfaat
Kau hadirkan yg sia sia

Mungkin pendoa itu
Tak searif mauMu
Tak sesuci inginMu
Tak sehebat pemujaMu