Tuesday, July 19, 2016

Walikotaku

Tentang walikotaku, TRH. Di sebuah ruang conference yang dipenuhi peserta dalam meja panjang, dia memanggil namaku dan menyuruhku duduk di sampingnya untuk mengerjakan sesuatu. Dia berbisik panjang. Aku mengangguk.

Di hari yang berbeda, dia terbaring di tempat tidur. Melepas baju atasan dan tinggal sehelai tanktop nenek yang longgar. Aku di sampingnya, dia menyuruhku memijat lengannya dan mendengar curhat tentang seharian pekerjaannya. Dia lelah. Dia ingin jeda dari smua aktivitas. Dia merasakan bahwa tubuhnya sakit dan tak akan bertahan lama. Apakah ini firasat jika dia akan pergi ke ibukota? Menuju sebuah ambisi yang lebih besar. Ambisi yang ia kata bukanlah mewakili keinginannya, melainkan atas nama partai.

Monday, June 20, 2016

Rindu Tanah Air

Musim dingin ini lebih lama
hingga siang terasa singkat
Tubuh setebal berjaket-jaket
Kaki tertutup tinggi
Sepatu-sepatu kulit nan hangat

Tak ada adzan bersaut-saut
Seperti negeriku yang ramah
Semua berjalan cepat, menengadah
Tegak serupa congkak
Tak tengok siapa kiri kanan

Embun menyerta di mulut setiap cakap
Dingin. Beku.
Kulit terasa pecah berdarah
Ah, perapian kayu ini tiba2 menjadi mahal

Harusnya bertumpuk kayu kubeli
Jauh sebelum dingin tak bersahabat
Harusnya mesin pendingin penuh makanan
Jauh sebelum bongkah es meremukkan tulang

Akankah aku bertahan di sini

Sunday, June 19, 2016

American Culture

"American Culture" - a book he gave to me in my dream last night.

Dia (P.Naya) almarhum dosen pengajar mata kuliah "HASB" pas kuliah. Sumpah bukunya bagus banget, hard cover, colorful.

Tapi belum sempet buka tiba-tiba satu lagi dosen kuliah saya Sri Moerdijati memanggil dan hendak memberikan buku Komunikasi AntarBangsa lalu mempersilahkan saya memilih koleksi yang lebih lengkap tapi di rumahnya.

America. The country that I've never been visited ever! Semoga ini firasat baik.

Tuesday, June 14, 2016

Gagal SPG

Percayalah, jangan pernah kecewa ketika kamu ditolak melamar sebuah pekerjaan. Artinya, pekerjaan tersebut memang bukan yang terbaik bagi hidupmu. Pernah suatu ketika, pas saya lulus S1 ngelamar kerja jadi SPG di Matahari Dept Store. Gara2nya, seorang teman SMA sebelum dia lulus kuliah uda banyak job jadi SPG pameran termasuk SPG dadakan di Matahari. Waktu itu mikirnya simple, enaknya pegang duit sendiri bisa beli ini itu tanpa harus beradu argumen ama ortu. 

Tapi sial, pas bawa lamaran masuk ruang tes, si pewawancara cuma nyuruh saya berdiri di balik pintu dan melepas sepatu lalu menyuruh saya pulang. Bengong juga ada apa, diwawancara juga engga. Ternyata, baru tau klo dia waktu itu cuma ngukur tinggi badan di mana minimal 156 cm. Kesel ditolak mentah2. Kegagalan ke-2 jadi SPG XXI. Lagi2 itu info dari temen aku. Uda ngantri sejak jam 7 pagi dan baru diwawancara jam 3.30 sore eh ternyata sesampai di pintu masuk langsung disuruh pulang. Alasannya sama, tinggi badan kurang (saya cuma 150 cm). Lagipula ada kesalahan fatal. Saya terlanjur duduk di benda kayu yang mirip kursi ternyata meja. Di hadapan 2 org manajemen XXI.

Ngga kebayang jika sekarang saya harus bertukar peran, tetap menjadi SPG di Matahari atau XXI. Tuhan mengarahkan saya untuk mendapat pekerjaan lain yang jauh lebih baik.

Wednesday, May 11, 2016

Skip Dagangan Model Spam

Adakah cara berjualan yang lebih elegan di era digital ini selain broadcast message di BBM/WA ato invite group? Tak sedikit orang yang menginginkan cara instan agar dagangannya cepet laku. Tapi jangan lupa, tak sedikit pula yang jengah dijejali informasi dg cara seperti itu.

Ada banyak media yang bisa dimanfaatkan. Klo mau gratisan, buatlah akun di jejaring sosial. Hargai kenyamanan org lain. Ketika sebuah model berjualan sudah menjadi jamak, org akan jenuh sehingga ketika mendapat penawaran serupa akan dianggap sebagai spam.

Saya akan lebih menghargai model berjualan dengan mengganti DP BBM pd akun pribadi seseorang, meskipun cara konservatif ini juga menjemukan. Namun, ini lebih menghargai privacy orang lain ketimbang broadcast message (BM) dagangan spam.

Beruntung teknologi BBM saat ini dilengkapi dg fitur "hide all feed /hide display picture feed" - Anda tinggal pilih dan klik, maka Anda tdk lagi mendapatkan update status/DP teman di akun BBM Anda tanpa harus delete contact.

Monday, May 2, 2016

Usia Produktif vs Nonproduktif Tenaga Kerja

Kadang, perusahaan yang dinamis tak punya tempat bagi tenaga kerja usia tua yang kurang produktif. Atau kalimat ini seharusnya dibalik? Tenaga kerja yang tak lagi muda dan yang kurang produktif sering tak punya tempat dalam perusahaan yang dinamis? Sejauh mana perusahaan bisa dikatakan dinamis?

Kategori tua itu seperti apa? Kategori produktif itu sendiri bagaimana? Jika mengacu pada BPS, usia produktif 15-64 tahun. Namun, berdasarkan pengalaman saya bekerja di beberapa perusahaan, usia tenaga kerja yang benar-benar produktif untuk ukuran perusahaan dinamis sesungguhnya adalah 25-50 tahun.

Kurang dari 25 tahun, kerap susah diajari materi dengan tingkat kesulitan yang agak tinggi. Lebih dari 50 tahun, mulai bermalas-malasan menjalankan pekerjaan. Apalagi dengan masa kerja yang belasan atau puluhan tahun telah bekerja di perusahaan yang sama. Namun, ini pengecualian bagi mereka yang sudah mencapai level manajerial ketika usianya 30-an (dan bekerja di perusahaan yang bukan milik pribadi/keluarga).

Pengamatan saya, mereka yang telah mencapai level manajer (rerata usia 30-50 th) kompetisi akan semakin ketat sehingga mereka lebih sigap membekali diri agar berdaya saing. Sementara yang nonmanajer pd usia tsb jauh lebih santai dan hanya segelintir yang mempersiapkan diri berkompetisi untuk naik ke level manajer.

No wonder, pertumbuhan jumlah manajer di sebuah departemen/divisi dalam sebuah perusahaan tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah staf/nonmanajer. Contoh sederhana, jumlah karyawan di cabang saya saat ini hampir menyentuh angka 5.000 org, dengan level manager cuma 25 org. Rasionya 1:200. Sejauh yang saya tau, belum ada studi yang menyebutkan rasio wajar manajer : nonmanajer dalam perusahaan sehingga bisa dikatakan sebagai perusahaan yang sehat.

Persaingan di level manajer selalu lebih ketat. Persoalan lain, tuntutan pasar yang sangat dinamis kadang tidak disertai dengan percepatan daya saing di lingkungan internal. Akibatnya, regenerasi pun jadi melambat. Pada perusahaan yang dinamis, hal ini tidak akan terjadi. Perubahan pasar terus berlangsung, selera konsumen bisa berubah setiap detik. Pada akhirnya, perusahaan yang bisa bertahan hanyalah mereka yang sigap menjawab perubahan melalui segudang inovasi.

Di level tenaga kerja, yang akan terus dipertahankan adalah mereka yang memberi konstribusi secara riil terhadap kemajuan perusahaan. Baik itu kontribusi tenaga/pemikiran yang ujung-ujungnya membawa pada pertumbuhan laba perusahaan. Merekalah tenaga kerja produktif.

Mereka yang low performance acapkali akan tersingkir. Namun, karena alasan manusiawi (misal, penghargaan terhadap masa kerja) kadang sebuah perusahaan masih memberi toleransi pd tenaga kerja golongan ini. Maka dicarikanlah posisi/jabatan yang lalu bikin orang mengernyitkan dahi. Artinya, tanpa ada jabatan tsb pun, sebetulnya perusahaan bisa jalan. Namun karena alasan tertentu, perusahaan mau bertindak tidak efisien.

Dalam buku "How Starbuck Save My Life" -- kasus yang dialami Michael Gates Gill mencerminkan permasalahan yang saya ulas ini. Saya pun yakin kasus yang dialaminya juga dialami ribuan orang di dunia termasuk dalam perusahaan tempat saya bekerja.

Gates Gill dianggap sebagai tenaga kerja yang low perfomance, ia telah mengabdi puluhan tahun dan telah mempromosikan ratusan karyawan ke jenjang manajer. Namun, pada akhirnya ia pun disingkirkan oleh mereka yang pernah dipromosikan ke level manajerial dengan diberikan golden shake yang tak terlalu besar. Pemilik perusahaan tempat dia bekerja, menjual perusahaan tsb sehingga terjadilah perombakan total di level manajerial di bawah pemilik saham yang baru.

Pemilik perusahaan yang baru, merekrut banyak tenaga kerja muda yang siap dididik dan dibayar murah, ketimbang harus mempertahankan para senior bergaji fantastis yang dianggap sudah tidak lagi memberi kontribusi riil terhadap perusahaan. Kasus ini pun seolah menyuguhkan kenyataan bahwa menjadi tua itu mencekam. Berpuluh tahun mengabdi pada sebuah perusahaan untuk membangun zona aman, pada akhirnya menjadi zona ancaman.


But Gill membuat pembaca "you don't have to be worry, because it's only the beginning." Karir Gill yang hancur berdarah-darah dengan kehidupan pribadi yang terseret berantakan, justru membawanya pada sebuah fase kehidupan baru. Sebab ia yakin, meski usianya memasuki 60 tahun namun dirinya masih sanggup belajar dan merasa masih punya potensi untuk membawa kemajuan sebuah perusahaan.

Berbulan-bulan dia hidup hanya dari golden shake dan menikmati fase post power syndrome. Stress yang menggila, ia harus mau bekerja apa saja. Dari semula dilayani, kini menjadi melayani. Bahkan ia harus rela menyikat WC sebuah restoran. That's life! Dengan kerja keras dan kesabaran, Gill pada akhirnya diterima bekerja di Starbuck yang baginya pekerjaan itu ia temui tanpa sengaja. Karir Gill pun mulai membaik, dan ia kembali meraih level manajerial dalam sekejap.

Buku ini menarik, membuat kita sadar bahwa usia boleh tua namun produktivitas tak boleh luntur. Loyalitas itu penting, namun jangan lalai untuk terus membekali diri agar terus siap bersaing. Kita tak pernah tahu bagaimana nasib perusahaan tempat kita bekerja esok. Banyak cara membekali diri agar menjadi tenaga kerja yang berdaya saing. Teruslah belajar dan jangan lupa melebarkan jaringan di lingkungan eksternal agar tak seperti katak dalam tempurung. Percaya diri dalam zona zaman itu boleh saja, namun jangan terlena. Sebab zona ini bisa membunuhmu sewaktu-waktu.

Salam.

Friday, March 18, 2016

Kantong Plastik (harus) Berbayar

Perilaku konsumen emang unik. Belanjanya di mana, kantong plastiknya merk apa. Ini gegara regulasi baru dari KLH dan Aprindo soal kantong plastik berbayar. Jangan dikira meski "cuma" Rp 200 masyarakat bakal mau keluar duit utk itu setiap kali belanja. Banyak kok yang enggan, termasuk saya. Itu sebabnya saya percaya, regulasi ini bakal berimbas menekan peredaran sampah plastik meski cuma 3 bulan.

Keluhan dari teman2 di toko, banyak konsumen asal bawa kantong plastik dari rumah. Ini membuat mereka risih melihatnya. Belanja ke Alfamart, tas kreseknya pake Indomaret. Belanja ke Indomaret, bawa tas kresek Giant. Belanja ke Matahari bawa tas kreseknya Alfamart. Ya, suka-suka konsumen layaw...

Sebelum regulasi ini diberlakukan, ritel besar spt Matahari melarang konsumen keluar toko jika tak pakai tak kresek Matahari pasca berbelanja. Kini, bebas. Ini pengalaman pribadi, kebetulan saya termasuk konsumen yg ogah beli tas kresek klo belanja. Jadi uda siap 3 lembar di dalam tas. Dilipat rapi, segitiga. Belanja di Matahari, kantong plastiknya Alfamart

Banyak konsumen mencibir regulasi ini. Kenapa ritel ngga bikin kantong belanja dari kertas aja? Ato perbanyak menjual kantong kain dari bahan yg reusable? Ato menutup pabrik pembuat kantong plastik sekalian? Ato meniadakan kemasan plastik yg dipakai para produsen consumer goods? Ato menyisir pemakaian kantong plastik di pasar tradisional? Beragam opini bermunculan.

Namun kebijakan ini tak seharusnya disikapi skeptis. Semangatnya kan mengurangi limbah plastik, implementasinya bisa beragam. Mulailah dari hal yg terkecil. Mengubah habit diri sendiri, setidaknya ketika belanja bawalah kantong belanja sendiri. Daripada berteriak ada kasus besar di seberang lautan, hal2 kecil di depan mata selesaikan dulu.

Jika program kantong berbayar di dunia ritel ini dianggap berhasil, jangka panjangnya tentu akan berimbas pada dunia usaha lainnya. Namun tolok ukur keberhasilannya memang belum ada kepastian. Yang pasti, untuk mengurangi limbah plastik memang tidak bisa secara simultan menutup pabrik pembuat kantong plastik. Itu bukan solusi yang efektif.

Mengapa ritel modern, bukan ritel tradisional? Konsumen ritel sangat banyak. Penggunaan kantong plastik di ritel modern juga luar biasa, namun sangat terukur dan bisa dievaluasi ke depannya sejauh mana dampak implementasi kantong plastik berbayar. Apa benar regulasi itu berdampak terhadap menurunnya peredaran kantong plastik? Klo di ritel tradisional gimana coba? Contohnya pedagang sayur beli kantong plastik tiap hari aja ngga tentu jumlah lembarnya. Konsumen mereka siapa? Kalau dibebani Rp 200 pasti langsung teriak. Beda dg ritel modern.

Lalu, kalau di pasar tradisional mau bawa belanjaan basah spt ikan, udang, tahu gimana ngebawanya? Kebayang ngga klo plastik benar2 ditiadakan, kemasan pengganti jenis apa yg tahan air?

Apapun kebijakan pemerintah, pasti punya tujuan jangka panjang yang positif. Hanya saja, banyak org ngga pagam tapi comment seenaknya. "Itu kebijakan keblinger, tuh lihat kemasan minyak goreng yg plastiknya tebel, kemasan mi instan, sabun cuci, knapa ngga dilarang?"
"Tutup aja pabrik plastiknya sekalian, bukan malah membebani konsumen"
"Tuh bungkus sayuran di pasar tradisional semuanya plastik dan gratis, kenapa dibiarkan?"

Kebijakan ini trial 3 bulan evaluasi. Jadi tuntutannya ngga usa muluk-muluk dulu. Dilihat saja sejauh mana setelah 3 bulan nanti. Yuk, dukung program kantong plastik berbayar di ritel modern ^^