Monday, June 24, 2013

Wajib Militer (Wamil)

Isu pecahnya peperangan akibat ketegangan abadi antara Korsel - Korut sempat menjadi kekhawatiran tersendiri bagi saya sebelum datang ke kota Seoul. Media lokal dan internasional hampir setiap hari ramai-ramai melansir pemberitaan tentang pertikaian kedua negara tersebut. Tapi, setibanya saya di Seoul saya semakin menyadari bahwa pemberitaan tsb jauh lebih heboh dari kenyataannya. Saya jadi ingat ketika masih bekerja di media massa, sekali ada seklumit isu yang dianggap menarik maka seterusnya isu tsb akan menjadi "nafas" bagi wartawan. Ia bakal terus menggali kelanjutan beritanya. Kondisi yang sebetulnya tidak terlalu bikin panik bisa disulut menjadi "panas" lewat tulisan. Dibikin agar publik tercengang membacanya. Tujuannya memang itu : Bagaimana membuat berita atau media kita dibaca orang. Maka setiap media pun berlomba-lomba mendapatkan angle yg menarik (menarik tapi belum tentu penting).

Orang awam akan menilai, mungkin sedang benar2 terjadi masalah berat di daerah seperti yg ditulis si wartawan. Padahal, ya tidak selalu demikian. Bisa saja itu hanya wacana, tapi si wartawan menulisnya dg gaya majas totum pro parte (Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya sebagian). Saya menduga ini juga yg terjadi pada konflik Korut-Korsel. Apa benar Korut akan membumihanguskan Korsel? Saya sangat ragu. Apa benefit yg akan didapat Korut jika itu benar2 terjadi selain menjemput ego Kim Jong-un, presiden Korut yang dijuluki "tong kosong" nyaring bunyinya. Muda, bodoh, gampang emosi, tdk berpihak pada rakyat, parahnya lagi tamak. Mengapa identik dg tamak? Presiden negara miskin tp memiliki tubuh tambun, apa ia sedang menunjukkan ironi pada dunia bahwa kekayaan Korut ia nikmati sendiri?

Sebelum saya datang ke Seoul, teman saya yg berkuliah di kota Suwon, Korsel mengatakan kondisi Seoul aman-aman saja. Kecemasan munculnya travel warning tidak terbukti. Bahkan, ketika saya di Seoul berdiskusi dengan seorang teman native Korea ia mengatakan jika Kim Jong-un selama ini memang sering melontarkan gertak sambal. Amarah Kim Jong-un bukan urusan mereka (dan warga lainnya). Itu hanya bagian dari wacana dan kegelisahan di ranah pikir sang presiden. "I've been completed the mandatory of military service for 21 months 4 years ago, dan jika perang bnr2 terjadi kami sudah siap. Tapi saya yakin itu tidak akan terjadi," he insisted. Korut-Korsel memang tdk pernah mendeklarasikan fakta perdamaian, yang ada hanya gencatan senjata. Jadi, secara teknis kedua negara tsb masih dalam status perang. Itu sebabnya, semua warga negara pria wajib memiliki pengetahuan dan kemampuan membela negara.

Setiap pria warga negara Korea berusia di atas 18 tahun wajib mengikuti wajib militer (wamil), tak terkecuali pria-pria berdarah campuran asing, selama ia tercatat sbg warga negara Republic of Korea maka wamil tetap diwajibkan sebelum ia berusia 35 tahun. Demikian halnya pria Korea dengan dobel kewarganegaraan ia tetap wajib wamil jika perolehan dobel kewarganegaraannya di atas usia 21 tahun (Misalnya warganegara Korea dan juga AS). Anak lelaki asal Korea yg diadopsi oleh warga negara asing dan tdk melaporkan perubahan status kewarganegaraannya sebelum usia 18 tahun juga tetap wajib wamil. Bagaimana jika ia lalai terhadap kewajibannya hingga berusia lebih dari 35 tahun? Sanksinya, ia tidak akan mendapatkan izin bepergian lintas negara, dipenjara lalu diusir dan dicoret dari daftar warga negara Korea. Wow! Serius juga sanksinya (Wamil ini membuat saya paham mengapa begitu banyak oppa-oppa keren bertubuh tegap dan kekar ~ ah, ternyata dampak wamil).

Masih menurut teman saya yg native Korea itu, lama menempuh wamil bisa bervariasi. Untuk angkatan darat 21 bulan, angkatan laut 23 bulan, dan angkatan udara 24 bulan. Bisa memilih salah satu diantaranya. Ada dua kategori warga negara yang bisa dibebaskan dari wamil ini, yakni seorang atlit medali emas atau atlit yang memenangkan kompetisi bergengsi dan pria yang tidak menamatkan pendidikan sekolah menengahnya. Lalu, dimana pria2 Korsel melaksanakan wamil mereka berbulan-bulan itu? Lokasinya di kawasan kecamatan Yongsan dimana seperti yang saya sebut dalam tulisan saya sebelumnya disitu terdapat distrik bisnis bernama Itaewon, sekaligus terdapat masjid terbesar Seoul dan Russian Club. Yongsan-Garrison nama camp tempat mereka wamil.

Bilamana negara mengetahuai bahwa warganya telah menjalani wamil atau belum? Apa melalui perubahan semacam KTP atau ID Card? Ternyata, ketika seseorang berhasil menyelesaikan pendidikan wamil, secara otomatis Badan Pertahanan Nasional Korsel akan menginput namanya ke dlm data base. Tak perlu ada perubahan status dlm KTP, sebab KTP penduduk Korsel berlaku seumur hidup dan bukan seperti negara kita yang setiap 5 tahun sekali harus diperbarui. Setiap provinsi, kota bahkan hingga kecamatan di Korsel telah memiliki data yg terintegrasi dg data wamil milik Badan Pertahanan Nasional Korsel. Jadi, seorang pria yang mangkir dari kewajiban wamil hingga berusia lebih dari 35 tahun tsb jelas akan kesulitan mengurus proses administrasi apapun. Sebab, petugas di kantor administratif itu akan melakukan pengecekan data setiap kali ada permohonan penerbitan surat apapun untuk warganya.

No comments: