Thursday, June 27, 2013

Resignation ~ 사직

Ada banyak alasan mengapa seseorang memutuskan mundur dari perusahaan tempat ia bekerja selama bertahun-tahun. Memang sulit membedakan apakah ia benar-benar mundur atas keinginan pribadi atau mundur karena disingkirkan secara halus oleh perusahaan, dg segala cara dibikin tidak nyaman.

Setahu saya, alasan yang paling lazim mengapa seseorang mengajukan resignation letter, bisa karena menikah atau mengikuti suami/istri di kota yang berbeda. Alasan lain, karena kondisi lingkungan kerja yang sudah tak nyaman, atau karena munculnya regulasi baru dalam perusahaan yang sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa karyawan yang bersangkutan, atau karena kesejahteraan yg minim. Dan dari semua alasan tersebut, yang juga paling sering saya dengar adalah faktor kejenuhan.

Ada beberapa kategori orang yang mudah mengakhiri hubungan kerjanya dengan perusahaan dimana ia bekerja, dalam rentang waktu 7 tahun sudah berganti perusahaan 5-6 kali. Ada yang salah? Saya sering menduga bahwa orang semacam ini adalah orang yang sulit beradaptasi dan sulit menerima tekanan dari pihak manapun. Ada pula kategori orang yang terlalu hati-hati ketika memutuskan hubungan kerja dg banyak pertimbangan. Mungkin, saya termasuk tipe yang kedua ini. Sebab, sejak lulus kuliah saya hanya bekerja pada satu perusahaan saja yakni perusahaan dimana saya mengakhiri hubungan kerja 2 bulan kemarin.

Faktor kejenuhan mungkin bisa menjelaskan semua alasan. Namun, untuk sampai pada titik jenuh selalu ada penyebabnya. Banyak teman saya selalu mengingatkan, hati2 dengan zona nyaman ~ zona dimana orang tak ingin melangkah kemanapun, tak ingin melompat pada perubahan apapun krn berpikir zona yg saat ini bisa memberi apa yg ia mau. Melangkah hanya menciptakan risiko baru yg tdk aman dan tidak nyaman, begitu pemikiran saat itu. Saya pun nyaris terjebak dalam zona ini hingga pada suatu masa saya memberanikan diri utk benar2 melompat.

Keinginan saya saat memantabkan diri mengajukan resign hanya dua, yakni tantangan baru dan perubahan yg lebih baik. Hidup yg monoton sungguh membosankan. Bekerja dg pola yang sama, tekanan yg sama, metode yg sama, menghadapi sikap keras kepala orang-orang yang sama, kelelahan yang sama, gaji yg sama (sebetulnya nyaris tak banyak bergerak dari waktu ke waktu). Saya terus berpikir dalam hati, apakah saya bisa sampai pada hak saya untuk mendapatkan cuti besar (minimal masa kerja 10 tahun), apakah pekerjaan saya kelak akan berakhir di tempat ini hingga masa pensiun tiba? Dari waktu ke waktu jawabannya semakin pasti. Tidak!

Michael Gates Gill dalam memoarnya How Starbucks Saved My Life mengaku bahwa ia sempat terlena dg zona nyamannya hingga pada suatu saat perusahaan "menyingkirkan" ia setelah pengabdiannya selama 25 tahun. Ironisnya, org yang menyingkirkannya adalah org yang dulu pernah ia promosikan jabatannya. Di usianya yg 63 tahun, ia tak memiliki sandaran lain selalu perusahaan itu. Jabatan prestis, gaji tinggi, membuat ia dan keluarganya terlena hingga suatu saat perusahaan tempat ia bekerja diakuisisi perusahaan lain dg investor dari luar negeri. Mereka mencari tenaga2 muda yg aktif dan bersedia dibayar rendah. Tenaga berpengalaman dan cerdas menjadi tak terlalu penting. Yg dibutuhkan adalah tenaga muda pekerja keras dan mau bekerja sama.

Bandingkan dg Gill : tua, tdk aktif, dan harus dibayar 4x lipat. Perusahaan melakukan efisiensi dg menyingkirkan ia dengan pesangon yang tak seberapa. Zona nyamannya benar2 membawanya pada neraka. Belum lagi, paska ia dipecat, ia divonis menderita kanker otak, lalu istrinya menceraikannya akibat ia berselingkuh dan memiliki anak dari wanita lain. Kondisi yg bnr2 terpuruk membawanya linglung hingga setiap hari kerjaannya cuma menghabiskan waktu dg nongkrong ngga jelas di cafe yang bernama Starbucks. Tapi justru disinilah titik balik kehidupannya dimulai. Seorang wanita berkulit hitam iseng2 membuka obrolan dan lalu menawarinya utk melamar pekerjaan karena kebetulan Starbucks sedang membutuhkan karyawan. Ia yg semula seorang bos dan dilayani, akhirnya harus bersedia mjd karyawan rendahan, melayani org hingga membersihkan toilet. Namun, jalan panjangnya bergabung bersama Starbucks berhasil mengangkat kembali hidupnya menjadi salah seorang pucuk pimpinan sampai saat ini.

Memang dua hal yang berbeda, apa yang saya alami dan apa yang Gill alami. Namun, hal yang perlu dicermati disini adalah warning tentang zona nyaman. Jangan sampai menyesal karena terlambat memutuskan. Meski tak setiap orang mengalami nasib mujur setelah ia terjatuh, namun tak selamanya org yang jatuh akan terus berdarah-darah. Hidup adalah soal ketidakpastian, jadi mengapa hrs takut menghadapi ketidakpastian? Jika kebetulan sedang melihat seseorang dlm kondisi yg tdk pasti, jangan buru2 menghakimi nasibnya. Anda tidak akan pernah tahu sampai kpn perusahaan tempat Anda bekerja saat ini memberi jaminan nyaman seperti yang Anda bayangkan. Jangan terlena melaut di ombak yang tenang. Bersiap-siaplah dg menebar jaring dan memasang umpan lain sebelum air benar-benar pasang. Teruslah melihat peluang di luar dan jangan takut untuk melangkah. Salam!

Believe the unbelievable, dream the impossible and never take no for an answer  ~ Tony Fernandes

No comments: