Monday, June 17, 2013

TKI look alike

Bertubuh 155 cm (tanpa jilbab), wajah dan penampilan pas2an, berkulit Melayu jika bepergian ke negeri tujuan TKI pasti bakal sering dikira TKI. Jika sebelumnya ane ngalamin di-"TKI"-kan pas umroh di Saudi, kali ini waktu negok teman di Suwon sekalian cari short course Hangul di Seoul.

* Namsan Seoul Tower (남산 서울 타워) ~ Setelah capek berjalan kaki dari Myeongdong ke Namsan Tower, tibalah kami mengikuti antrean utk naik lift yg akan mengantar wisatawan ke titik cable car. Tiba2 di blkg kami terdengar suara dua orang pria sedang bercakap2 medok Jawa Tengahan. "Nang kene suwe tapi ra dong bosoe wong kene. Mrene bolak-balik yo ra dong wae. Mbuh kae ngomong opo to," kata dia ("Tinggal disni lama tapi tetep aja ngga ngerti bahasa orang sini, sering kesini - Namsan jg tetep ngga ngerti bahasanya. Ngga tau mereka ngomong apa"). Setelah menoleh ke arahnya, dandanan pria tersebut agaknya sdh mengikuti style pria gaul Korea. Yg satu mengenakan topi yg mirip topinya "Pak Tino Sidin" dipadu kemeja lengan pjg dilipat pendek dan celana selutut plus sepatu sneakers. Satunya lagi pake kaos ketat, syal (wait, wool scarf? hello, this is summer bro), dandanan rambut emo, celana jeans panjang, tas selempang samping dan sepatu merek Tom yg lg musim banget dimana-mana sekarang. Obrolan pun dibuka :
"Jawa ya mas? Darimana?"
"Oh, iya Semarang mbak. Mbaknya?"
"Ouw, Semarang."
"Kerja dimana mbak? Seoul juga?"
"Ngngngng... Ngga mas, main aja."
"Serius mbak? Wah enak ya cuma main aja bisa sampe Seoul."
"Ya kan masnya enak jg kerja disini bayaran gede"
(obrolan terhenti krn terpisah, saking banyaknya wisatawan yg hendak masuk cable car)

* Myeongdong (명동) ~ Berkali-kali qt mengunjungi kawasan ini. Myeongdong adalah satu dari 9 commercial district di Seoul yang berisi produk2 dengan harga mid-high. Ngga ada yg dibeli sih akhirnya, cuma liat2 aja, yg sering kebeli malah street food-nya. Kentang ukir segitu doank tertulis di papan seharga ₩3000 (Rp 27.000), jajan pasar tteokbokki seporsi kecil juga ₩3000. It's oke, beginilah sensasi kuliner di negara maju. Tibalah qt menyusuri gang-gang kecil nyari resto2 murah buat makan malem. Ketemu ama pria beruban ama istrinya di depan sebuah pintu resto yg sama. Sosoknya tinggi besar, pas banget jadi pejabat. Kayaknya sih masih keturunan Chinese soalnya agak sipit dan agak putih. Ia mengenakan kemeja lengan panjang dipadu celana katun, istrinya berpakaian rapi layaknya ibu2 pejabat, pake topi wol layaknya 아줌마 (ahjumma) cuma ngga pake high heels.
"Cari yang murah aja, sebab di daerah sini kayaknya mahal2," kata dia tiba2 membuka obrolan di sebelahku.
"Oh, iya pak. Tapi rata2 ya ₩6000 seporsi," kataku tersenyum.
"Kerja disini dik? dimana?" tanya dia.
"Oh, nggak pak. Main aja," ujar temenku.
"Main? Asalnya darimana emang?"
"Ngngng... Yang ini Jakarta, yang ini Surabaya."
"Saya juga Surabaya loh, emang situ kerjanya di Surabaya mana?"
"Kawasan Ahmad Yani," kata temanku.
"Bener daerah Ahmad Yani? Saya punya rumah di daerah Wonokromo," kata si bapak.
"Bener gimana maksudnya pak?" (agak aneh mendengar kalimat "bener" disertai tanda tanya yang menyiratkan kurang percaya). Tiba2 istrinya menyela obrolan "Bapak ini lahirnya di Semarang, tinggal di Surabaya, kerja di Jakarta." Mereka lalu ngobrol sendiri soal menu dan pergi meninggalkan kami, sementara kami juga berdiskusi menu dan memilih utk tdk memasuki resto tsb).

Keki? Ngga juga sih, TKI kan sodara kita juga. Meski kdg org diskriminatif, toh ngga ada yang salah menjadi TKI. Ambil positifnya aja, gaji gede, bisa jalan2 ke luar negeri. Di Korea, ada lebih dari 36.000 TKI tahun 2012. Mereka terkonsentrasi di Seoul, Busan, dan Angsan. Paling banyak emang Busan. Sektornya, mulai manufaktur, perkebunan, dan perikanan. Jumlah TKI cewek emang jauh lebih sedikit dibandingkan yg cowok, dan hampir ngga ada yang jadi PRT (beda ama di Saudi).

No comments: