Thursday, June 20, 2013

a Note to My Mayor

Surat kepada Walikotaku : Memimpikan Kali Mas seperti Cheonggyecheon Seoul

Melihat pesona kawasan sungai Cheonggye atau Cheonggye Stream atau Cheonggyecheon di Seoul rasanya iri banget Kali Mas (sering tertulis Kalimas) di Surabaya bisa seperti itu. Tapi kapan ya? 10 kali periode walikota pun rasanya masih mustahil. Tapi, pernahkah pemkot berpikir ke arah sana. Setidaknya studi banding kesana lalu berkomitmen menerapkannya di Surabaya. Jika menengok sejarah sungai yang mengalir di kawasan komersial Dongdaemun ini, wajah Cheonggye 10 tahun lalu tidak seperti sekarang. Kumuh, banyak rumah non permanen di bibir kali, rumput liar bertumbuhan, airnya sangat keruh dan aromanya tak sedap karena sampah. Polusi udara dimana-mana akibat warga seenaknya mengoperasikan kendaraan pribadi dan sistem transportasi massal belum baik benar.

Walikota saat itu (Lee Myung-bak yang akhirnya menjadi presiden South Korea pd periode 2008-Feb 2013) punya komitmen yg luar biasa. Menggunakan APBD yang hampir menyentuh angka ₩400 juta atau setara Rp 2,8 miliar di tahun 2003, wajah Cheonggye sepanjang 8,5 km disulap sedemikian rupa selama kurun waktu dua tahun. Butuh komitmen, kerja keras, disiplin yang luar biasa dan tentu saja jauhi korupsi. Jika menilik kemampuan APBD Kota Surabaya, biaya yang tak sampai ratusan miliar itu sebetulnya jauh dari kata mustahil. Persoalannya, pemkot Surabaya bersedia atau tidak untuk mengubah wajah Kalimas spt Cheonggyecheon.

Bandingkan dg biaya yang dibutuhkan untuk membangun gelora Bung Tomo (Surabaya Sport Center) menyentuh angka yg sangat fantastis mendekati Rp 450 miliar. Tapi lihat nasibnya sekarang? Akses jalan masih rusak berat, ketersediaan fasilitas listrik dan air tidak memadai, dinding dan pilarnya sudah retak-retak, padahal proyek belum genap 5 tahun. Kemana larinya duit ratusan miliar itu? Ini proyek setengah hati. Bandingkan jika harus merestorasi Kalimas menjadi spt Cheonggyecheon, tak butuh duit sebanyak itu. Currency exchange korean won ke rupiah tahun 2003 tidak banyak berfluktuasi sampai saat ini, ₩1 kalau tidak salah saat itu masih Rp 6,7-7 (sekarang Rp 8,5 tapi kalau beli won di pasar harganya ngga pernah ada yang di bawah Rp 9).

Saya mengapresiasi Tri Rismaharini yg perlahan-lahan mengubah wajah kota Surabaya menjadi semakin cantik. Taman dimana-mana (mungkin karena dia lulusan Arsitektur ITS jadi nyeni tamannya menonjol), tapi jangan lupa tata kota Surabaya  masih banyak yang perlu dibenahi. Surabaya semakin sesak dengan ledakan jumlah penduduk dan jumlah kendaraan pribadi, transportasi umum dan infrastruktur masih jauh dari kata memadai.

Bagi Anda yang berasal dari luar Surabaya, Kali Mas adalah pecahan sungai Brantas yang berhulu di Kota Mojokerto. Mengalir ke arah timur laut dan bermuara di Surabaya, menuju Selat Madura. Di beberapa tempat Kali Mas menjadi batas alam Kabupaten Sidoarjo dengan Kabupaten Gresik.

Apakah terlalu bermimpi jika membandingkan wajah Surabaya dengan Seoul? Mungkin iya, tetapi bukan tidak mungkin. Komitmen kuat dari pemerintah sangat memungkinkan pembenahan secara gradual. Mungkin bisa dimulai dari pembenahan public transportation. Lagi-lagi saya mencontohkan Seoul melalui Seoul Metropolitan Subway. Berapa tahun pemerintah Seoul mewujudkan kereta cepat bawah tanah yang kini terkoneksi ke semua titik di Seoul bahkan luar kota Seoul? Pembangunan bertahap dimulai pada tahun 1974, jadi hampir 40 tahun. Ketika subway mulai benar-benar beroperasi, pemerintah menciptakan regulasi lain berupa pajak yang tinggi bagi pemilik kendaraan peribadi, selain itu tarif yang lebih tinggi untuk angkutan umum seperti bus dan taksi. Tujuannya, untuk menekan polusi dan orang benar-benar memanfaatkan subway yang eco-friendly.

Tapi, jika Seoul terlalu muluk, Surabaya bisa meniru public transportation busway yang dibangun pemprov DKI. Kalau public transportation nya nyaman, org akan malas berkendaraan pribadi. Maka pemerintah tidak perlu pusing membangun jalan tol di atas sungai Kalimas demi mengantisipasi ledakan jumlah kendaraan bermotor. Pertumbuhan jumlah penduduk tidak berbanding secara linier dengan pertumbuhan jalan, jadi setidaknya ada langkah prioritas yang ke depannya bisa menciptakan efek yang lebih membangun. (See the picture of Cheonggyecheon in my instagram)

No comments: