Monday, October 14, 2013

Laugh and Culture

Tertawa emang soal budaya. Ini disebabkan konten lelucon itu sendiri berakar dari budaya sebuah masyarakat. Budaya tentang apa yang mereka anggap lucu dan tidak lucu. Balik lagi intinya ke soal pemilihan bahasa atau istilah yg disepakati bersama sebagai sesuatu yang menghibur atau tidak menghibur. Kok jadi mbulet ya? Heheh...

Ketika saya membaca status LOLitics-nya @umairh (economist berdarah Pakistan yg hidup di London dan jebolan Oxford) followersnya banyak yang berkelakar. Tapi saya masih ngga nyambung. Baru setelah baca beberapa mention ke dia, saya ngeh. Oalah parodi humor politik maksudnya. Laughing Out Loud Politics jadinya LOLitics.

Contoh lain, seorang teman asal Madagaskar yg akhirnya "memaksa" menggunakan bahasa Inggris dlm presentasinya, padahal berbulan2 ia bersusah payah telah mempelajari bahasa Indo. Teman2 dan dosen penasaran dg his speaking ability in bahasa. "No. Saya akan present in English. Boleh ya bu?" Seisi kelas langsung ngakak melihat dan mendengar ia mengucapkan kalimat "Boleh ya bu?" dengan intonasi berat terbata-bata spt saat kita mendengar SinChan lagi belajar ngomong. Coba saja ia tdk menambahkan kalimat "Boleh ya bu" atau kalimat ini diganti dg "Is it ok mam?" saya jamin tidak ada yg tertawa. Eniwe, dia tetep ngga ngerti kenapa seisi kelas menertawakannya. We laugh just because you speak in an unusual way.

No comments: