Friday, September 1, 2017

Status di Medsos Lebih Penting?


Knapa saya jadi geli sndiri...

Pagi itu mendapat banyak invitation melalui email dari sebuah medsos bernama Linked dari bbrp kawan. Saya bukan org yang memiliki tingkat kepercayaan diri yg cukup bagus. Mski kdg rasa pede itu muncul, tp sering diselimuti rasa bersalah.

Saya klik beberapa diantara profil2 mereka, ada yg bangga menampilkan citra diri dengan menulis sederet jabatan dari yg tahun kapan smpe yg kekinian. Ada yg bangga cuma dg menuliskan jabatan manager tapi entah kerja di perusahaan macam apa dan gaji berapa. Ada yg asal2an ato sekedarnya mendeskripsikan diri tapi sejatinya saya tau dia memiliki tugas dan salary yg bisa dibanggakan.

Apakah saya adalah bagian dari manusia lawas yg menilai kepedean seseorg dengan label alay? Kata seorang kawan senior di dunia politik, dalam politik org justru harus bisa "menjual diri" agar org mengenalmu. Asal jangan kelewat batas. Celakanya, batasnya ini berada dalam tolok ukur yg sangat subyektif.

Menjual diri sah-sah saja asal sebanding dg kenyataannya, kata dia. Nek kebangetan iku jenenge dodol abab. Saya jd ingat seorang kawan bernama Yessi yg saya kenal ketika di Seoul. Bagi saya dia wanita hebat. Kala itu, di akun FB nya dia hanya menyebut dirinya lulusan sebuah SMA swasta di Jkt. Wkt saya kenal, dia sdg menempuh beasiswa di Belanda yg sistem beasiswanya bukan full scholarship. Jurusan IT Bisnis. Kebetulan wkt itu dia lagi magang di Seoul 6 bulan. Kini dia bertunangan dg pria Prancis yg rupawan. Yessy tak pernah ubah status apapun di medsos, tp foto2nya cukup bercerita bahwa wanita sederhana itu bukan sembarangan wanita.

No comments: