Sunday, August 9, 2015

Is my president being insecure?

Hal yang paling menggelitik isi kepala, adalah ketika mengikuti pemberitaan tentang penghidupan kembali pasal penghinaan presiden dalam revisi RUU KUHP. Don't tell me that my president is being insecure. Bukankah konsekuensi menjadi seorang pemimpin adalah mendapatkan jutaan pembenci? Sebab tak ada seorang pun pemimpin di dunia ini yang mampu memenuhi keinginan seluruh rakyatnya. Itu sebabnya, selalu ada celah untuk dibenci lantaran selalu ada kepentingan berbicara di balik setiap keputusan.

Upaya JKW tersebut membuat saya khawatir, jangan2 JKW yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang sabar, legowo dan tebar senyum sejatinya ia adalah orang yang represifnya melebihi regime Soeharto. Semoga tidak begitu. Kita memang tidak hidup di US di mana orang bebas mengata-ngatai pemimpin negaranya, namun jangan lupa jika kita hidup di negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Orang tetap punya hak untuk mengkritisi kebijakan pejabat negara. Mengkritisi, bukan menghina. Agaknya juga perlu diluruskan perbedaan definisi mengkritisi dan menghina dalam pasal tersebut. Entah dari mana datangnya ide penghidupan pasal tersebut, saya berharap langkah JKW tidak menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.

Saya juga berharap, bukan socmed yang melatarbelakangi ide tersebut. Sebab masih banyak hal yg lebih penting yg harus dilakukan ketimbang ngurusi penghinaan di media sosial. Urusan media sosial, cukup diselesaikan di media sosial, tak perlu dimaktubkan dalam undang-undang yang menguras duit negara. Ibarat penghinaan sejarah lewat buku, tak perlu membakar bukunya, tandingi dengan tulisan dalam bentuk buku pula. Masyarakat bisa lebih cerdas, punya banyak pilihan tanpa harus mencederai ilmu.

No comments: