Tuesday, January 21, 2014

The power of credit

Minggu lalu saya dan kawan2 sengaja melewatkan liburan ke rumah salah seorang kawan di Tulungagung. Kota yang sama sekali tdk pernah terlintas dalam benak saya sebagai kota jujugan liburan. Pagi itu saya berbincang dg ibu kawan saya usai jalan2 habis sholat Shubuh. Ditemani sebungkus nasi pecel khas Tulungagung, dia bercerita tentang anaknya (yaitu kawan saya yang pagi itu masih tertidur).

"Saya sampe sekarang ngga pernah tau berapa IPK si A. Kenapa dia ambil jurusan ini itu juga, dia ngga pernah cerita. Anaknya agak tertutup, beda dengan adiknya yang selalu cerita," kata si ibu.

"Iya sih bu, ngga linier jurusannya. Tapi sama juga kek saya. Ngga masalah kan. Apapun ilmunya yang penting kemauan belajarnya," sahutku.

"Ada sih, tantenya (adik saya) di Jakarta yang kerja di Departemen Kelautan dan Perikanan ambil S2nya Komunikasi juga tapi di UI. Semua bukunya juga sudah diberikan ke si A tapi kok ngga pernah dibaca dan ngga ikut dibawa ke Surabaya. Makanya tantenya pas kesini bilang, kok kamu kuliah S2 nyantei sekali? Apa ngga baca-baca buku gitu ya? Kata tantenya sih, S2 itu berat kalo ngga banyak baca sendiri," ujar si ibu.

Saya tiba2 terdiam. Kata2 itu seperti terrus mendengung.

Ya, emang harus banyak baca siy. Tapi apa qt harus menampilkan diri sbg org yang sibuk membaca agar terlihat wajar dengan tidak nyantai? Begitu? Lalu, menjadi santai di luar waktu liburan adalah gambaran menabung beban akademis seorang mahasiswa S2? Bisa jadi iya, tapi bisa juga engga.

Menurut saya, S2 menjadi tidak santai bagi si tante karena dia juga bekerja. Lagipula usia si tante yg sudah 40-an mungkin membuat dia memahami buku sbg sesuatu yang fisik atau hard cover. Jadi, ketika tau keponakannya ngga baca buku secara fisik ya namanya ngga belajar. Padahal, bisa aja baca lewat eBook atau jurnal-jurnal versi pdf.

Kuliah S2 yg pendek membuatnya tampak lebih serius dan mendebarkan bagi mahasiswa. Baru saja membuka mata dan memahami teori, tiba-tiba sudah harus mengerjakan penelitian buat thesis. Ini siksaan bagi mereka yg ngambil jurusannya ngga linier. Harus ekstra belajarnya. Itu sebabnya, klo ngerjain tugas usahakan referensinya maksimal. Biar skalian nyicil belajarnya. Skalian nyicil ingatan juga. Daripada hrs mengkhususkan hari buat memahami buku babon tentang teori dll apa ngga lebih memusingkan? Ya bisa aja, itu kan pilihan. Tapi klo bisa nyicil alias kredit, knapa harus lunas? Berat.

No comments: