Thursday, November 7, 2013

Dialek Kedaerahan ala JTV dan TransTV

Dubbing film menggunakan bahasa atau dialek kedaerahan memang sesuatu yg unik. Meski kadang kedengeran aneh tapi boleh dibilang itu bagian dari kreativitas. Ketika stasiun TV lokal Sby yakni JTV kali pertama meluncurkan film bule dengan alih bahasa atau dubbing bahasa Suroboyoan bbrp tahun silam, respons pemirsa sangat beragam. Awalnya banyak yg suka karena sangat menghibur. Pilihan kata yg tdk biasa membuat perut pemirsa terpingkal-pingkal. Contoh salah satu dialog dalam adegan Knight Rider : Michael Knight "Aku sakjane wes suwi perhatian karo peno, tapi wedi mbek bapakmu" // "Lha lapo wedi, nek perkoro ngono gak usah sungkan cak. Langsung ae!" ujar teman wanita Knight saat mereka berkencan di tepi danau. Membayangkan bagaimana pasangan bule berdialog dg bahasa Jawa saja tak sanggup menahan tawa. Ini benar2 menghibur. Tapi ketika JTV semakin tidak serius dalam mengemasnya maka pemirsa pun juga kian tidak serius menanggapinya. Film-film yg diangkat kelewat jadul sehingga kurang menarik, jam tayang juga tidak konsisten. Contohnya Knight Rider itu, film tsb tayang di awal tahun 90-an dan diputar oleh JTV di pengujung tahun 2010. Maka jangan harap ada iklan nongol saat tayangan tsb. Kesan yg tersirat, stasiun televisi ini memang low budget.

Kembali soal topik dialek kedaerahan dalam dubbing film, TransTV baru-baru saja menayangkan drama korea (k-drama) That Winter The Wind Blows di jam prime time 18.00-19.00 setiap Senin-Jumat sejak 4 November. Saya tergelitik ketika hari ini kali pertama melihat dan mendengar banyak kata "lo" "gue" "gile aje" sepanjang tayangan tsb. Maksudnya apa berupaya mengemas dialog itu seperti dialog dalam sebuah sinetron ala Jakarta? Dibikin agar lebih membumi sehingga dubbingnya di-Betawi-kan? Lucu sih. Kreatif juga. Apalagi ketika TransTV berusaha tampil beda dg menggandeng para artis ibukota sebagai dubber dalam tayangan tsb. Ini sebuah inovasi. Sebab, kita tau salah satu stasiun televisi yang paling konsisten terhadap tayangan K-drama sejak dulu adalah Indosiar (plus dulu ANTV). Model dubbingannya Indosiar sudah akrab di telinga. Menggunakan pilihan kata EYD. Pengaturan jedanya pas dan penyambungan dialog juga terlatih. Namun ketika model dubbing k-drama TransTV berusaha tampil beda dari drama beralih bahasa lainnya dg menyertakan "lo" "gue" agaknya TransTV gagal menghibur para pecinta drama korea. Drama yg dipilih memang relatif baru, tayangan SBS awal 2013 dg para pemain yg tdk asing di layar kaca k-drama macam Song Hye Kyo, Kim Bum, Zo In Sung. Namun ketika kreativitas dalam penyajian drama tsb kurang dikemas dg matang, akhirnya hanya akan menjadi tayangan yang latah. Dipaksakan. Ikut2an tren k-drama stasiun tv sebelah. Kesannya TransTV ogah dibilang ketinggalan tren korean culture. Ini patut disayangkan.

No comments: