Masih separo perjalanan
Ketika ujung jalan belumlah nampak
Daun pun belum mengering
Mungkin, ia baru saja gugur
Aroma tanah samar tercium hujan
Ah, rasanya sudah seribu kali kulalui
perjalanan serupa ini
Bukankah Tuhan pernah berjanji
Jika sayapmu sudah cukup kuat
Engkau bisa terbang
Ke manapun benih gandum
kau tebar di muka bumi
Jika kini, hanya kaki yang kau kuatkan
Engkau hanya bisa berjalan dan berlari
Bersabarlah...
Akan ada masa di mana kaki dan sayapmu
Tegak berdiri, terbang berputar
menjemput mimpi di sana
Thursday, December 31, 2015
Monday, December 28, 2015
Kebaikan
Taukah kau dari mana datangnya kebaikan? Dari kebaikan yang lain. Kejutan2 manis dalam hidup saya, sering berasal dari orang2 yg tak terduga tanpa pernah diminta. Mereka memberi inspirasi dalam hidup saya agar selalu memberi.
Terlepas dari apa profesi saya di masa lampau, dan apa tendensi pemberi kebaikan tsb pada saya, bagi saya kebaikan tetap saja kebaikan. Tiba2 saja, di saat perpisahan saya dikado Ballpoint Parker oleh seorang teman sekaligus "guru." Tiba-tiba saja pesta karaoke disiapkan seorang anggota dewan utk perpisahan saya dg teman2, atau tiba2 saja ada traktiran makan di mal yg disiapkan utk perpisahan saya oleh seorang kawan.
Tiba2 yang lain, sebelum saya berangkat umroh diberi seperangkat baju muslim dan jilbab cantik oleh seorang kawan wanita yang baru saya kenal. Seorang pedagang laki2 di Mekkah yang kemudian memberi saya baju gamis Arab cuma2 tanpa menuntut saya jadi istrinya. Padahal saya ngga jadi beli di toko itu. Dia memberikan tas kresek berisi gamis, lengkap dengan peci Arab warna putih, lalu tersenyum dg mengangguk isyarat bahwa saya boleh keluar dari tokonya tanpa membayar. Saya bengong lalu tersenyum berkata sukran Alhamdulillah.
Atau tiba2 lainnya, saya mendapatkan native guide pada saat lost in Seoul. Kawan baru saya itu menemani saya ke setiap titik Seoul dan menolak imbalan sepeserpun. Malah beberapa kali makan, dia yang bayar. Gomawo oppa! Thx God, I wasn't that lost and I was the happiest backpacker. Congmal! ^^
Tuhan telah demikian banyak memberi. Tak perlu menunda kebaikan pada saat hati terketuk. Percayalah, kejutan manis itu akan kembali padamu. Mungkin bukan dari dia yang kau beri kebaikan, tapi dari orang lain. Indeed, God has many invisible hand.
Terlepas dari apa profesi saya di masa lampau, dan apa tendensi pemberi kebaikan tsb pada saya, bagi saya kebaikan tetap saja kebaikan. Tiba2 saja, di saat perpisahan saya dikado Ballpoint Parker oleh seorang teman sekaligus "guru." Tiba-tiba saja pesta karaoke disiapkan seorang anggota dewan utk perpisahan saya dg teman2, atau tiba2 saja ada traktiran makan di mal yg disiapkan utk perpisahan saya oleh seorang kawan.
Tiba2 yang lain, sebelum saya berangkat umroh diberi seperangkat baju muslim dan jilbab cantik oleh seorang kawan wanita yang baru saya kenal. Seorang pedagang laki2 di Mekkah yang kemudian memberi saya baju gamis Arab cuma2 tanpa menuntut saya jadi istrinya. Padahal saya ngga jadi beli di toko itu. Dia memberikan tas kresek berisi gamis, lengkap dengan peci Arab warna putih, lalu tersenyum dg mengangguk isyarat bahwa saya boleh keluar dari tokonya tanpa membayar. Saya bengong lalu tersenyum berkata sukran Alhamdulillah.
Atau tiba2 lainnya, saya mendapatkan native guide pada saat lost in Seoul. Kawan baru saya itu menemani saya ke setiap titik Seoul dan menolak imbalan sepeserpun. Malah beberapa kali makan, dia yang bayar. Gomawo oppa! Thx God, I wasn't that lost and I was the happiest backpacker. Congmal! ^^
Tuhan telah demikian banyak memberi. Tak perlu menunda kebaikan pada saat hati terketuk. Percayalah, kejutan manis itu akan kembali padamu. Mungkin bukan dari dia yang kau beri kebaikan, tapi dari orang lain. Indeed, God has many invisible hand.
Friday, December 11, 2015
Mutasi
Hampir setiap minggu baca email resignation dari teman2. "TERIMA KASIH DAN MOHON PAMIT" -- begitu subjeknya.
Pada banyak alasan pengunduran diri, mutasi sering menjadi penyebabnya. Terutama jika mutasi tersebut tidak disertai kenaikan jenjang karir yang jelas, dan dengan parameter yang jelas pula. Orang2 yg merasa telah mengabdi cukup lama namun tak ada perubahan jenjang karir, sering memilih cara ini.
Perusahaan kami adalah perusahaan multinasional, yg seharusnya sejak awal rekrutmen mereka paham akan kemungkinan mutasi lintas kota di Indonesia. Apalagi sejak tahun lalu perusahaan kami ekspansi ke Filipina. Maka gelombang mutasi ke sana pun terbuka.
Namun, pada orang2 yang telah menemukan zona nyaman maka mutasi selalu dilihat sebagai ancaman. Apalagi bagi mereka yang telah berkeluarga dan istri/suaminya bekerja di kota yg sama selama ini. Bakal hidup berjauhan dg keluarga menjadi sangat tidak enak. Begitu komentar yg sering saya dengar.
Pada banyak kasus, perusahaan sering tidak menyoal pengunduran diri karyawannya kecuali dia adalah karyawan istimewa dan alasan pengunduran dirinya tdk cukup kuat. Dalih perusahaan, di luar sana ada banyak pelamar kerja yang memiliki kualifikasi lebih bagus dan mau digaji lebih rendah serta mau dimutasi ke mana saja, jadi lepaskan saja.
Alasan lain pengunduran diri adalah soal gaji hingga kenyamanan lingkungan kerja. Klo bilang soal gaji bisa jadi sangat relatif. Sebagai karyawan, saya sepakat jika gaji bukan semata2 alasan seseorang mengundurkan diri dari pekerjaan. Sindrom "tired complex" lebih sering mencuat. Lelah karena lingkungan pekerjaan alias org2nya, lelah dg perlakuan manajemen, lelah dg sistem yang diterapkan perusahaan, lelah dg beban pekerjaan, yang ujung2nya beban kerja dianggap tidak sesuai dengan gaji.
Segala macam kompromi tentu pernah dijalani hingga seseorang mencapai satu masa di mana kompromi itu memang harus diakhiri dalam satu kata bernama titik jenuh. It's ok not to be ok... Setiap orang mengalami fase up and down, dan hanya mereka yang berani memutuskan dan terus mencoba yang akan mengalami perubahan nasib yang lebih baik. Seperti kata Mario Teguh, setiap org memiliki jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu di masa muda.
*Setidaknya, saya selalu merasa muda utk menimba ilmu dalam sekolah kehidupan ini
Pada banyak alasan pengunduran diri, mutasi sering menjadi penyebabnya. Terutama jika mutasi tersebut tidak disertai kenaikan jenjang karir yang jelas, dan dengan parameter yang jelas pula. Orang2 yg merasa telah mengabdi cukup lama namun tak ada perubahan jenjang karir, sering memilih cara ini.
Perusahaan kami adalah perusahaan multinasional, yg seharusnya sejak awal rekrutmen mereka paham akan kemungkinan mutasi lintas kota di Indonesia. Apalagi sejak tahun lalu perusahaan kami ekspansi ke Filipina. Maka gelombang mutasi ke sana pun terbuka.
Namun, pada orang2 yang telah menemukan zona nyaman maka mutasi selalu dilihat sebagai ancaman. Apalagi bagi mereka yang telah berkeluarga dan istri/suaminya bekerja di kota yg sama selama ini. Bakal hidup berjauhan dg keluarga menjadi sangat tidak enak. Begitu komentar yg sering saya dengar.
Pada banyak kasus, perusahaan sering tidak menyoal pengunduran diri karyawannya kecuali dia adalah karyawan istimewa dan alasan pengunduran dirinya tdk cukup kuat. Dalih perusahaan, di luar sana ada banyak pelamar kerja yang memiliki kualifikasi lebih bagus dan mau digaji lebih rendah serta mau dimutasi ke mana saja, jadi lepaskan saja.
Alasan lain pengunduran diri adalah soal gaji hingga kenyamanan lingkungan kerja. Klo bilang soal gaji bisa jadi sangat relatif. Sebagai karyawan, saya sepakat jika gaji bukan semata2 alasan seseorang mengundurkan diri dari pekerjaan. Sindrom "tired complex" lebih sering mencuat. Lelah karena lingkungan pekerjaan alias org2nya, lelah dg perlakuan manajemen, lelah dg sistem yang diterapkan perusahaan, lelah dg beban pekerjaan, yang ujung2nya beban kerja dianggap tidak sesuai dengan gaji.
Segala macam kompromi tentu pernah dijalani hingga seseorang mencapai satu masa di mana kompromi itu memang harus diakhiri dalam satu kata bernama titik jenuh. It's ok not to be ok... Setiap orang mengalami fase up and down, dan hanya mereka yang berani memutuskan dan terus mencoba yang akan mengalami perubahan nasib yang lebih baik. Seperti kata Mario Teguh, setiap org memiliki jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu di masa muda.
*Setidaknya, saya selalu merasa muda utk menimba ilmu dalam sekolah kehidupan ini
Tuesday, December 8, 2015
Nama Panggung
Entah siapa yang mempelopori penyingkatan nama, tapi saya menduga sejak nama Joko Widodo populer sebagai Jokowi maka orang2 latah menyingkat nama. Termasuk Budi Waseso, mantan Kabareskrim yang kini jadi Kepala BNN lebih kece dg nama Buwas. Itu sebabnya, saya sempet mengernyitkan dahi ketika di grup BBM teman kantor hari ini muncul nama Busan.
Sumpah saya kira lagi bahas Busan Korea Selatan. Sebab ngga baca detil reply pic chat yg uda kadung puluhan itu. Males. Ternyata ketika Busan diulang2 akhirnya ketauan. Budi Santoso. Aha, kece juga singkatannya. Klo nama saya disingkat jadinya Depe donk ^_^
Sumpah saya kira lagi bahas Busan Korea Selatan. Sebab ngga baca detil reply pic chat yg uda kadung puluhan itu. Males. Ternyata ketika Busan diulang2 akhirnya ketauan. Budi Santoso. Aha, kece juga singkatannya. Klo nama saya disingkat jadinya Depe donk ^_^
Monday, September 14, 2015
Drama
Meski tak ada data pasti sejak kapan industri hiburan (khususnya drama seri) di Korea Selatan dikemas secara serius, yang jelas jika melihat perkembangannya saat ini, lompatannya luar biasa. Tak hanya teknik penggarapannya, cerita yang disajikan, intrik di dalam alur cerita hingga pemilihan kata dalam kalimat yang dipakai untuk percakapan para pemainnya.
Data dari wikipedia menyebutkan drama televisi di negeri ginseng ini pertama mengudara sekitar 1960-an. Saat itu, serial drama di Indonesia belum lahir. Info wikipedia, baru sekitar pengujung 90-an muncul sinetron TVRI berjudul Jendela Rumah Kita, Losmen Srikandi, dst. Kita "hanya" tertinggal 3 dekade dengan Korsel. Kemunculan beberapa stasiun televisi swasta kemudian ikut menyemarakkan drama di layar kaca.
Saya bukan penikmat dunia akting dalam serial drama secara serius, biasanya judul saya pilih secara random sesuai dg rekomendasi teman. Drama dari negara manapun saya suka, kecuali yang bernuansa Bollywood :D (maaf klo yang ini agak alergi).
Serial drama televisi dari daratan Eropa dan Amerika mungkin sudah biasa. Nuansa baru masuk ketika orang2 di Indonesia mulai ramai membicarakan k-drama sebagai bagian dari Korean Wave, sayapun membabat habis ratusan judul serial dramanya. Pun ketika Thailand Wave dan Turkish Wave mulai merasuk, saya tak kalah kepo buru2 streaming heheh...
Akhirnya, sejak 3 tahun lalu saya jatuh hati pada k-drama. Memang ngga semua k-drama dikemas secara keren, tapi ada puluhan judul yang ceritanya masih membekas. Para pelaku dalam industri k-drama tentu bukan orang2 kemarin sore sehingga mereka mampu menyajikan mutu yang bagus. Bandingkan saja dg drama asal Indonesia atau drama Turki. Jauh.
Salah satu k-drama yang menurut saya super (karena ada beberapa kutipan menarik) yakni Yong Pal, dibintangi si ganteng dan cute Joo Won dan si cantik Kim Tae Hee (Yong Ae) yang kini sedang tayang di Korea seri ke-12. Di seri ke-9, seorang pendeta menerima pengakuan dosa dari Yong Ae - pewaris perusahaan yang berusaha dibunuh pelan2 oleh kakak angkatnya dg cara dibuat koma selama 3 tahun.
Ketika ia sadar, ia ingin membalas dendam perlakuan org2 tsb terhadapnya. Simak berikut percakapan menarik ttg pengakuan dosanya terhadap si pendeta :
Yong Ae - Jika saya diberi kekuatan, saya ingin membunuh musuh-musuh saya
Pendeta - Sesungguhnya, cintailah musuh-musuhmu, maka Tuhan akan menyelamatkan jiwamu.
Yong Ae - Saya tahu kali ini Tuhan tidak akan mengabulkan permintaan saya lagi
Pendeta - Tuhan selalu menjawab doa umat-Nya dengan cara yang bahkan tidak diinginkan oleh umat-Nya. Ini karena manusia memintanya dg amarah, dan Tuhan menjawabnya dengan cinta.
*speechless
I def agree with you father! The right words from unforeseen situation :)
Data dari wikipedia menyebutkan drama televisi di negeri ginseng ini pertama mengudara sekitar 1960-an. Saat itu, serial drama di Indonesia belum lahir. Info wikipedia, baru sekitar pengujung 90-an muncul sinetron TVRI berjudul Jendela Rumah Kita, Losmen Srikandi, dst. Kita "hanya" tertinggal 3 dekade dengan Korsel. Kemunculan beberapa stasiun televisi swasta kemudian ikut menyemarakkan drama di layar kaca.
Saya bukan penikmat dunia akting dalam serial drama secara serius, biasanya judul saya pilih secara random sesuai dg rekomendasi teman. Drama dari negara manapun saya suka, kecuali yang bernuansa Bollywood :D (maaf klo yang ini agak alergi).
Serial drama televisi dari daratan Eropa dan Amerika mungkin sudah biasa. Nuansa baru masuk ketika orang2 di Indonesia mulai ramai membicarakan k-drama sebagai bagian dari Korean Wave, sayapun membabat habis ratusan judul serial dramanya. Pun ketika Thailand Wave dan Turkish Wave mulai merasuk, saya tak kalah kepo buru2 streaming heheh...
Akhirnya, sejak 3 tahun lalu saya jatuh hati pada k-drama. Memang ngga semua k-drama dikemas secara keren, tapi ada puluhan judul yang ceritanya masih membekas. Para pelaku dalam industri k-drama tentu bukan orang2 kemarin sore sehingga mereka mampu menyajikan mutu yang bagus. Bandingkan saja dg drama asal Indonesia atau drama Turki. Jauh.
Salah satu k-drama yang menurut saya super (karena ada beberapa kutipan menarik) yakni Yong Pal, dibintangi si ganteng dan cute Joo Won dan si cantik Kim Tae Hee (Yong Ae) yang kini sedang tayang di Korea seri ke-12. Di seri ke-9, seorang pendeta menerima pengakuan dosa dari Yong Ae - pewaris perusahaan yang berusaha dibunuh pelan2 oleh kakak angkatnya dg cara dibuat koma selama 3 tahun.
Ketika ia sadar, ia ingin membalas dendam perlakuan org2 tsb terhadapnya. Simak berikut percakapan menarik ttg pengakuan dosanya terhadap si pendeta :
Yong Ae - Jika saya diberi kekuatan, saya ingin membunuh musuh-musuh saya
Pendeta - Sesungguhnya, cintailah musuh-musuhmu, maka Tuhan akan menyelamatkan jiwamu.
Yong Ae - Saya tahu kali ini Tuhan tidak akan mengabulkan permintaan saya lagi
Pendeta - Tuhan selalu menjawab doa umat-Nya dengan cara yang bahkan tidak diinginkan oleh umat-Nya. Ini karena manusia memintanya dg amarah, dan Tuhan menjawabnya dengan cinta.
*speechless
I def agree with you father! The right words from unforeseen situation :)
Wednesday, August 26, 2015
Proyek Kasur DPR dan 7 Mega Proyek Lainnya
Selalu ada saja cara menggarong duit negara. Setelah pengajuan 7 megaproyek senilai Rp 1,6 triliun terancam ditolak Jokowi, sekarang giliran anggaran spring bed alias kasur yang diajukan (Rp 12,5 miliar). Per anggota dapat jatah Rp 19 juta. Sebetulnya bukan masalah Rp 19 jutanya, tapi kinerjanya tunjukin dulu. Ini mah yang terekspos, yang kagak malah jauh lebih gd nilainya.
Betul kan kata Fadli Zon klo proyek itu nilainya kecil, bukan megaproyek. Sebab, mereka mainnya duit gd selama ini. Sebetulnya, klo qt liat usulan 7 proyek itu uda lama. Banyak keluhan muncul dari anggota DPR dan para tenaga ahlinya. Orang awam melihat kondisi gedung DPR RI di Senayan masih sangat mewah, arsitekturnya oke, tamannya terawat, kemanan terjamin.
Cobalah tengok masuk, ruang seorang Kepala DPR, Ketua Komisi, dan anggota DPR jauh lebih memprihatinkan dibandingkan ruangan seorang manajer cabang bank swasta ternama. Pun lobby gedungnya, terkesan seadanya. Apalagi musholla di tiap gedung benar2 seadanya. Hampir semua benda adalah peninggalan para terdahulunya secara turun-temurun.
Coba tengok juga perangkat komputer yang digunakan para sekpri dan tenaga ahli mereka di ruangan. Jujur, waktu saya jadi staf ahli tante sblm akhirnya ditempatkan jd TA Dapil, kondisi gedung DPR RI Senayan dalemnya sedih banget. Klo kerja malah enak pakai laptop pribadi ketimbang PC itu. Komputer Intel jadul, entah Pentium berapa, keyboard keras berbunyi cetak-cetok, layar monitor model tabung, cembung berukuran 10", dan server diletakkan di bawah desktop. Ini membuat saya teringat ke jaman SD. Kali pertama punya komputer di rumah.
Perusahaan swasta pun sudah meninggalkan model yang beginian ini. Yah, minimal layar monitornya pakai yang flat, agak gedean dikit 14" dengan internet berkecepatan tinggi. Di beberapa bagian, malah uda pake PC MAC. Ruangannya (tentu saja) lebih nyaman meskipun hanya staf. Itu kelas perusahaan swasta nasional dan bukan manajer.
Sementara tengoklah PC milik anggota DPR. Merk Dell, warna putih, layar monitor kira-kira 18". Di hadapannya ada TV 32" yang setiap saat menayangkan siaran TV Parlemen yang dinikmati melalui jaringan TV Plasma.
Perangkat meja kursinya berdebu (maaf tidak ada OB khusus). Mejanya dipenuhi tumpukan berkas yang entah harus diletakkan di mana lagi sebab space ruangan tidak cukup. Di depan ruang anggota dewan, ada ruang kecil berisi 1 unit komputer, lemari, dan meja kursi yang hanya cukup utk 1 org sekpri. Sementara, seorang anggota dewan memiliki 2 orang sekpri dan 1 TA. Semuanya berjejal.
Tak heran, usulan renovasi ruang itu kemudian muncul dalam 7 megaproyek tsb. Namun, sekali lagi ketika tuntutan tidak diimbangi dengan capaian kinerja yang memuaskan maka tak berlebihan jika wacana ini menuai banyak protes.
Direnovasi segede apapun, anggota dewan itu jarang nyamperin kantornya di Senayan. Paling2 klo ada hearing atau rapat mini fraksi atau sidang paripurna, setor muka dan tandatangan buat ambil duit.
Apalagi ngajuin kasur, jadi geli sendiri. Emangnya situ ngga mampu beli kasur Rp 19 juta? Okelah jika itu fasilitas, tapi please deh punya empati dikit. Nyadar ngga siy klo kondisi perekonomian kita lagi decline?
A note to my president : please reconsider the 7 mega projects proposed of parliament.
Betul kan kata Fadli Zon klo proyek itu nilainya kecil, bukan megaproyek. Sebab, mereka mainnya duit gd selama ini. Sebetulnya, klo qt liat usulan 7 proyek itu uda lama. Banyak keluhan muncul dari anggota DPR dan para tenaga ahlinya. Orang awam melihat kondisi gedung DPR RI di Senayan masih sangat mewah, arsitekturnya oke, tamannya terawat, kemanan terjamin.
Cobalah tengok masuk, ruang seorang Kepala DPR, Ketua Komisi, dan anggota DPR jauh lebih memprihatinkan dibandingkan ruangan seorang manajer cabang bank swasta ternama. Pun lobby gedungnya, terkesan seadanya. Apalagi musholla di tiap gedung benar2 seadanya. Hampir semua benda adalah peninggalan para terdahulunya secara turun-temurun.
Coba tengok juga perangkat komputer yang digunakan para sekpri dan tenaga ahli mereka di ruangan. Jujur, waktu saya jadi staf ahli tante sblm akhirnya ditempatkan jd TA Dapil, kondisi gedung DPR RI Senayan dalemnya sedih banget. Klo kerja malah enak pakai laptop pribadi ketimbang PC itu. Komputer Intel jadul, entah Pentium berapa, keyboard keras berbunyi cetak-cetok, layar monitor model tabung, cembung berukuran 10", dan server diletakkan di bawah desktop. Ini membuat saya teringat ke jaman SD. Kali pertama punya komputer di rumah.
Perusahaan swasta pun sudah meninggalkan model yang beginian ini. Yah, minimal layar monitornya pakai yang flat, agak gedean dikit 14" dengan internet berkecepatan tinggi. Di beberapa bagian, malah uda pake PC MAC. Ruangannya (tentu saja) lebih nyaman meskipun hanya staf. Itu kelas perusahaan swasta nasional dan bukan manajer.
Sementara tengoklah PC milik anggota DPR. Merk Dell, warna putih, layar monitor kira-kira 18". Di hadapannya ada TV 32" yang setiap saat menayangkan siaran TV Parlemen yang dinikmati melalui jaringan TV Plasma.
Perangkat meja kursinya berdebu (maaf tidak ada OB khusus). Mejanya dipenuhi tumpukan berkas yang entah harus diletakkan di mana lagi sebab space ruangan tidak cukup. Di depan ruang anggota dewan, ada ruang kecil berisi 1 unit komputer, lemari, dan meja kursi yang hanya cukup utk 1 org sekpri. Sementara, seorang anggota dewan memiliki 2 orang sekpri dan 1 TA. Semuanya berjejal.
Tak heran, usulan renovasi ruang itu kemudian muncul dalam 7 megaproyek tsb. Namun, sekali lagi ketika tuntutan tidak diimbangi dengan capaian kinerja yang memuaskan maka tak berlebihan jika wacana ini menuai banyak protes.
Direnovasi segede apapun, anggota dewan itu jarang nyamperin kantornya di Senayan. Paling2 klo ada hearing atau rapat mini fraksi atau sidang paripurna, setor muka dan tandatangan buat ambil duit.
Apalagi ngajuin kasur, jadi geli sendiri. Emangnya situ ngga mampu beli kasur Rp 19 juta? Okelah jika itu fasilitas, tapi please deh punya empati dikit. Nyadar ngga siy klo kondisi perekonomian kita lagi decline?
A note to my president : please reconsider the 7 mega projects proposed of parliament.
Thursday, August 20, 2015
Iklan di Media Massa
Jadi, media massa harus membanding2kan jejak kompetitor sebuah produk/usaha untuk mendapatkan pemasukkan iklan yang lebih gd? #TrikDoank
"Eh, perusahaan A kemarin berani pasang adv Rp 30 juta sekali tayang utk ukuran 400x600 mmk. Masa perusahaanmu ngga mau?"
"Event gowes kemarin, perusahaan A support Rp 40 juta loh, belum termasuk kaos dan goody bag peserta. Support donk minimal samaan gitu"
(perusahaan A dan B bergerak di bidang yg sama, namun A adalah market leader di pasar domestik, sementara B di urutan ke-2)
Yakeles, dibanding2in. Secara, market share aja uda beda. Revenue beda. Visi beda. Jelas orientasi pemilihan media massanya juga beda. Lagian, oplah koran lu tu berapa? Distribusinya nyampe ke mana aja?
Mmm... Duit segitu sayang klo dipake iklan di satu media untuk satu acara doank, dg level media seperti punya lu. Kita bisa masukin iklan segitu ke media yang lebih gd dari oplah media lu. Lagipula, qt dpt gratisan ke media onlinenya sekalian.
Plus qt bisa anggarin buat media online yg market sharenya #1. Bukan iklan siy yg ini, tapi macem fee doank bwt redakturnya. Yg penting berita positifnya naik. Low cost high impact.
"Eh, perusahaan A kemarin berani pasang adv Rp 30 juta sekali tayang utk ukuran 400x600 mmk. Masa perusahaanmu ngga mau?"
"Event gowes kemarin, perusahaan A support Rp 40 juta loh, belum termasuk kaos dan goody bag peserta. Support donk minimal samaan gitu"
(perusahaan A dan B bergerak di bidang yg sama, namun A adalah market leader di pasar domestik, sementara B di urutan ke-2)
Yakeles, dibanding2in. Secara, market share aja uda beda. Revenue beda. Visi beda. Jelas orientasi pemilihan media massanya juga beda. Lagian, oplah koran lu tu berapa? Distribusinya nyampe ke mana aja?
Mmm... Duit segitu sayang klo dipake iklan di satu media untuk satu acara doank, dg level media seperti punya lu. Kita bisa masukin iklan segitu ke media yang lebih gd dari oplah media lu. Lagipula, qt dpt gratisan ke media onlinenya sekalian.
Plus qt bisa anggarin buat media online yg market sharenya #1. Bukan iklan siy yg ini, tapi macem fee doank bwt redakturnya. Yg penting berita positifnya naik. Low cost high impact.
Sunday, August 9, 2015
Is my president being insecure?
Hal yang paling menggelitik isi kepala, adalah ketika mengikuti pemberitaan tentang penghidupan kembali pasal penghinaan presiden dalam revisi RUU KUHP. Don't tell me that my president is being insecure. Bukankah konsekuensi menjadi seorang pemimpin adalah mendapatkan jutaan pembenci? Sebab tak ada seorang pun pemimpin di dunia ini yang mampu memenuhi keinginan seluruh rakyatnya. Itu sebabnya, selalu ada celah untuk dibenci lantaran selalu ada kepentingan berbicara di balik setiap keputusan.
Upaya JKW tersebut membuat saya khawatir, jangan2 JKW yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang sabar, legowo dan tebar senyum sejatinya ia adalah orang yang represifnya melebihi regime Soeharto. Semoga tidak begitu. Kita memang tidak hidup di US di mana orang bebas mengata-ngatai pemimpin negaranya, namun jangan lupa jika kita hidup di negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Orang tetap punya hak untuk mengkritisi kebijakan pejabat negara. Mengkritisi, bukan menghina. Agaknya juga perlu diluruskan perbedaan definisi mengkritisi dan menghina dalam pasal tersebut. Entah dari mana datangnya ide penghidupan pasal tersebut, saya berharap langkah JKW tidak menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
Saya juga berharap, bukan socmed yang melatarbelakangi ide tersebut. Sebab masih banyak hal yg lebih penting yg harus dilakukan ketimbang ngurusi penghinaan di media sosial. Urusan media sosial, cukup diselesaikan di media sosial, tak perlu dimaktubkan dalam undang-undang yang menguras duit negara. Ibarat penghinaan sejarah lewat buku, tak perlu membakar bukunya, tandingi dengan tulisan dalam bentuk buku pula. Masyarakat bisa lebih cerdas, punya banyak pilihan tanpa harus mencederai ilmu.
Upaya JKW tersebut membuat saya khawatir, jangan2 JKW yang selama ini mencitrakan dirinya sebagai pemimpin yang sabar, legowo dan tebar senyum sejatinya ia adalah orang yang represifnya melebihi regime Soeharto. Semoga tidak begitu. Kita memang tidak hidup di US di mana orang bebas mengata-ngatai pemimpin negaranya, namun jangan lupa jika kita hidup di negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Orang tetap punya hak untuk mengkritisi kebijakan pejabat negara. Mengkritisi, bukan menghina. Agaknya juga perlu diluruskan perbedaan definisi mengkritisi dan menghina dalam pasal tersebut. Entah dari mana datangnya ide penghidupan pasal tersebut, saya berharap langkah JKW tidak menjadi boomerang bagi dirinya sendiri.
Saya juga berharap, bukan socmed yang melatarbelakangi ide tersebut. Sebab masih banyak hal yg lebih penting yg harus dilakukan ketimbang ngurusi penghinaan di media sosial. Urusan media sosial, cukup diselesaikan di media sosial, tak perlu dimaktubkan dalam undang-undang yang menguras duit negara. Ibarat penghinaan sejarah lewat buku, tak perlu membakar bukunya, tandingi dengan tulisan dalam bentuk buku pula. Masyarakat bisa lebih cerdas, punya banyak pilihan tanpa harus mencederai ilmu.
Friday, July 31, 2015
Guru
Tentang kesabaran. Saya belajar banyak dari salah seorang pimpinan saya di kantor. Orang bilang, get older get wiser. Idealnya memang begitu meski kenyataannya tak setiap orang yang beranjak usia bisa bersikap wise.
Namun, pimpinan saya ini mengajari saya banyak hal secara tidak langsung. Dia merupakan golongan get older get wiser. Saya ingin senantiasa berusaha menjadi seperti dia dalam menghadapi persoalan. Tak pernah marah dg arogan, berusaha berpikir positif, sabar, dan memiliki loyalitas yg tinggi.
Meski kadang saya menemukan dia beropini tentang orang lain dan sulit menyimpan rahasia, namun ujung-ujungnya dia mengajak saya berpikir positif dan berupaya menyelesaikan persoalan dg damai.
Sejauh yang saya kenal selama bertahun-tahun, ketika berkonflik dg siapapun dia tak pernah menunjukkan kemarahan dg cara yang mengerikan. Bagi saya, karakter seseorang yg sebenarnya akan terlihat dari bagaimana ia meluapkan amarah.
Pernah suatu ketika dia nekat melakukan teror terhadap seorang pejabat resek yang menjadikan perusahaan kami sebagai "ATM berjalan." Perusahaan kami dibully mati2an di media massa, sehingga publik mjd teropini bahwa perusahaan kami melakukan sesuatu yang ilegal. Sungguh ini sebuah kesalahpahaman yg banyak orang tidak mengetahuinya secara detil. Tapi penghakiman jauh lebih mudah hanya karena org mengetahui segelintir permasalahan.
Lalu pimpinan saya itu, di hadapan saya dia menggunakan nomor lain untuk menelpon si pejabat tsb. Jujur saya kaget. Meskipun dia pernah bercerita bahwa dia dulu adalah aktivis GMNI di kampus, tapi tdk pernah menyangka dia sanggup "melucu" di hadapan saya. Kami pun tertawa bersama usai dia menelpon si pejabat itu. Bagi saya, itu bentuk loyalitas lain terhadap perusahaan.
Dia selalu bilang, hadapi persoalan dg kepala dan tangan yang dingin. Meskipun beradu argumen, tak perlu meningkatkan intonasi apalagi main fisik. Hidup ini, kata dia, sudah cukup pait. Jangan terlena, apalagi selalu menoleh ke belakang. Lakukan saja dg baik apa yg sudah menjadi tugas dan tanggungjawabmu.
Siapapun bisa menjadi guru dalam sekolah kehidupan ini. Sebaik dan seburuk apapun yg dia lakukan, selalu ada pelajaran yang bisa kita petik. Manusia tak punya hak melakukan penghakiman.
Warna
Warna tertentu identik dg partai politik (parpol) tertentu. Meski tak ada paten resmi atas sebuah warna dan afiliasi parpol, namun publik menjadikan hal itu sebagai pengetahuan jamak yang tidak tertulis.
Seperti insiden kecil berikut ini. Perusahaan kami mengajak Pak Gubernur untuk meresmikan acara. Dibuatlah backdrop untuk panggung dan segala macamnya. Tentu saja semua memakai identitas alias logo perusahaan kami. Serba merah.
Setelah semua jadi, pada H-2 tiba-tiba Pak Gub minta revisi warna menjadi biru. Keseluruhan. Jadi kelabakan deh.. Baru nyadar klo warna merah identik dengan Partai PDIP, sementara Pak Gub berasal dari Partai Demokrat yang serba biru. Tapi pak, ini kan bukan acara parpol? Saat ini juga belum masuk musim pilgub di provinsi ini.
Baru nyadar lagi klo warna biru adalah simbol warna kompetitor perusahaan kami selama ini. Hahah.. Tapi pak, perusahaan kita ngga ada rencana ganti warna biru. Rebranding kemaren tetep dominan merah ^^
Seperti insiden kecil berikut ini. Perusahaan kami mengajak Pak Gubernur untuk meresmikan acara. Dibuatlah backdrop untuk panggung dan segala macamnya. Tentu saja semua memakai identitas alias logo perusahaan kami. Serba merah.
Setelah semua jadi, pada H-2 tiba-tiba Pak Gub minta revisi warna menjadi biru. Keseluruhan. Jadi kelabakan deh.. Baru nyadar klo warna merah identik dengan Partai PDIP, sementara Pak Gub berasal dari Partai Demokrat yang serba biru. Tapi pak, ini kan bukan acara parpol? Saat ini juga belum masuk musim pilgub di provinsi ini.
Baru nyadar lagi klo warna biru adalah simbol warna kompetitor perusahaan kami selama ini. Hahah.. Tapi pak, perusahaan kita ngga ada rencana ganti warna biru. Rebranding kemaren tetep dominan merah ^^
Sunday, July 26, 2015
Donasi Konsumen
Menjadi konsumen cerdas emang susah. Ngga cuma teliti sebelum membeli, tapi juga ngga gampang tergiur promo menjebak. Ngga cuma itu, mjd bijak thdp uang kembalian belanja jg penting.
Ke mana larinya uang kembalian belanja konsumen, perlu ditelusuri. Ngga susah kok, kan uda kebantu ama google dan official website ritel yg bersangkutan.
Seperti yang lagi rame sekarang, itu tuh donasi kembalian belanja. Banyak konsumen suka kesel klo ditodong kasir pas uang kembalian belanjanya diminta didonasikan. Yang sering kena celaan biasanya minimarket.
Ngga seberapa emang nilainya, tp konsumen tiba2 kebayang jumlah jaringan minimarket yg mencapai puluhan ribu maka mereka kebakaran jenggot ketika ngga tau persis bentuk pertanggungjawabannya.
Lah, harusnya kan bisa ditelusuri? Cek official websitenya, cek berita2 dari google. Tinggal searching semuanya ada kok. Ngga perlu teriak² di socmed kek orang tolol, lagian tu duit yg namanya uda dipake amal ya tgjwb qt ama Tuhan. Pahala buat qt.
Coba deh iseng2 googling soal pertanggungjawaban donasi konsumen, uda banyak kok media yang melansir beritanya. Yayasan yang ditunjuk buat mengelola donasi tsb juga jelas.
Kadang, orang hanya fokus ama ritel2 gd yang berjaringan seperti Giant, Carrefour, Hypermart, Alfamart, Alfamidi serta Indomaret. Coba donk gw aja sering ngalamin raibnya uang kembalian belanja klo pas bayar di restoran ato toko2 baju dan toko2 aksesori di mal2.
Ngga besar emang, cuma 100-300 perak tapi kasirnya diem aja pura² bego ngga ngasi kembalian. Awalnya kesel, tapi yaudalaya buat tips elu. Toh gw ngasi segitu juga ngga bakal bikin gw miskin.
Gw yakin bkn cuma gw yg ngalamin kek beginian. Tapi apa dibikin rame? Konsumen pura² bego klo gini. Padahal jelas2 itu bukan donasi resmi tp masuk ke kantong pribadi.
Giliran ritel berjaringan aja langsung koar2, padahal pertanggungjawabannya jelas. Disaksiin notaris, dinsos, media, dan satu hal lagi, duit itu ngga pernah masuk ke kantong pribadi pengusaha ritel tsb.
Klo mau fair, jadilah yayasan yg siap mengelola donasi tsb. Bikin program yg feasible dan ajuin proposal, lalu presentasiin di depan manajemen ritel yang dipilih. Klo program lu bagus pasti bakal dipilih kok. Jangan salah, yayasan yg mengelola donasi konsumen itu fee-nya bisa nyampe 40% loh. Buat biaya operasional. Pertanggungjawabannya juga harus jelas. Ada rinciannya detil. Pernah baca? Terlibat juga.
Bukan maksud gw sotoy, tp sebelum koar2 sebaiknya dicek dulu. Sebelum ngritik yang ngga jelas juntrungannya, sebaiknya investigasi dulu. Jangan cuma ngasi laporan kejadian tapi tanpa ngasi solusi. Geli aja bacanya.
Klo ada kasir nakal, misalnya bilang donasi tapi masuk kantong pribadi, itu jelas perusahannya kaga taulah! Ya mana mgkn perusahaan gd melegalkan penipuan konsumen? Yg bener aja masbro! Klo ketahuan pasti bakal disanksi. Jadi ngga usa lebay deh!
Krywn perusahaan ritel aja sering byk ketipu kasir. Fasilitas diskon karyawan dipake belanja ama org lain sesama karyawan. Kok bisa? Bisa banget. Kasir tinggal input NIK (Nomor Induk Karyawan) doank.
Coba aja ketik NIK internal secara random. Bisa. Tp jgn salah, pemilik NIK yg sebenarnya bakal diinfo via email. Klo ngga ngerasa belanja tapi diskonnya kepake, bisa komplain. Tinggal diliat aja kode struknya, di maka lokasi tokonya bakal kelacak, kapan, jam berapa, siapa kasirnya, dan apa produk yg dibelinya. Kan juga ada CCTV di deket kasir.
Klo mau usaha buat memperkarakan yg begituan ya bisa banget. Cuma, kadang the power or ikhlas lebih sering bicara. Berapa sih gaji anak2 toko? Apa ya tega gara2 duit ngga seberapa tp ngliat mereka kena SP atau pecat?
Ini kejadian juga pas naik taksi BlueBird dari Bandara Soetta ke kos di daerah BMR Cikokol. Jam 23.15 turun dari pesawat, antre Blue Bird. Pas masuk taksi bilang ke sopir "Bang, BMR Cikokol tau ya? Belakang Transmart" "Iya neng" Pas uda keluar bandara, eh dia minta dipandu rutenya.
Alhasil krn sama2 ngga tau jalan, gw dibawa puter2 smpe argo bengkak jadi Rp 200.000. Mana di tengah jalan ujan deres dan sopir pura2 kencing di deket pohon pula. Tau sendiri alas di daerah Cengkareng sepinya kek apa. Sempet mikir buruk dikuntit komplotannya, ternyata itu trik buat bengkakin argo.
Kata sopir Blue Bird laennya pas gw naik bbrp hari kemudian, gw cerita dan dia saranin komplain aja ke call center Blue Bird. Sopir tsb bisa kena sanksi skors 1 th ngga boleh narik krn bikin konsumen kecewa dg argo yg bengkak. Tinggal sebut tgl dan waktu kejadian serta nomor lambung dan ama sopirnya. Waduh, kesian amat donk 1 th ngga gajian? Yaudala pak, gw ikhlas. Biar Tuhan aja yang bekerja terhadap niat buruknya ^^
Ke mana larinya uang kembalian belanja konsumen, perlu ditelusuri. Ngga susah kok, kan uda kebantu ama google dan official website ritel yg bersangkutan.
Seperti yang lagi rame sekarang, itu tuh donasi kembalian belanja. Banyak konsumen suka kesel klo ditodong kasir pas uang kembalian belanjanya diminta didonasikan. Yang sering kena celaan biasanya minimarket.
Ngga seberapa emang nilainya, tp konsumen tiba2 kebayang jumlah jaringan minimarket yg mencapai puluhan ribu maka mereka kebakaran jenggot ketika ngga tau persis bentuk pertanggungjawabannya.
Lah, harusnya kan bisa ditelusuri? Cek official websitenya, cek berita2 dari google. Tinggal searching semuanya ada kok. Ngga perlu teriak² di socmed kek orang tolol, lagian tu duit yg namanya uda dipake amal ya tgjwb qt ama Tuhan. Pahala buat qt.
Coba deh iseng2 googling soal pertanggungjawaban donasi konsumen, uda banyak kok media yang melansir beritanya. Yayasan yang ditunjuk buat mengelola donasi tsb juga jelas.
Kadang, orang hanya fokus ama ritel2 gd yang berjaringan seperti Giant, Carrefour, Hypermart, Alfamart, Alfamidi serta Indomaret. Coba donk gw aja sering ngalamin raibnya uang kembalian belanja klo pas bayar di restoran ato toko2 baju dan toko2 aksesori di mal2.
Ngga besar emang, cuma 100-300 perak tapi kasirnya diem aja pura² bego ngga ngasi kembalian. Awalnya kesel, tapi yaudalaya buat tips elu. Toh gw ngasi segitu juga ngga bakal bikin gw miskin.
Gw yakin bkn cuma gw yg ngalamin kek beginian. Tapi apa dibikin rame? Konsumen pura² bego klo gini. Padahal jelas2 itu bukan donasi resmi tp masuk ke kantong pribadi.
Giliran ritel berjaringan aja langsung koar2, padahal pertanggungjawabannya jelas. Disaksiin notaris, dinsos, media, dan satu hal lagi, duit itu ngga pernah masuk ke kantong pribadi pengusaha ritel tsb.
Klo mau fair, jadilah yayasan yg siap mengelola donasi tsb. Bikin program yg feasible dan ajuin proposal, lalu presentasiin di depan manajemen ritel yang dipilih. Klo program lu bagus pasti bakal dipilih kok. Jangan salah, yayasan yg mengelola donasi konsumen itu fee-nya bisa nyampe 40% loh. Buat biaya operasional. Pertanggungjawabannya juga harus jelas. Ada rinciannya detil. Pernah baca? Terlibat juga.
Bukan maksud gw sotoy, tp sebelum koar2 sebaiknya dicek dulu. Sebelum ngritik yang ngga jelas juntrungannya, sebaiknya investigasi dulu. Jangan cuma ngasi laporan kejadian tapi tanpa ngasi solusi. Geli aja bacanya.
Klo ada kasir nakal, misalnya bilang donasi tapi masuk kantong pribadi, itu jelas perusahannya kaga taulah! Ya mana mgkn perusahaan gd melegalkan penipuan konsumen? Yg bener aja masbro! Klo ketahuan pasti bakal disanksi. Jadi ngga usa lebay deh!
Krywn perusahaan ritel aja sering byk ketipu kasir. Fasilitas diskon karyawan dipake belanja ama org lain sesama karyawan. Kok bisa? Bisa banget. Kasir tinggal input NIK (Nomor Induk Karyawan) doank.
Coba aja ketik NIK internal secara random. Bisa. Tp jgn salah, pemilik NIK yg sebenarnya bakal diinfo via email. Klo ngga ngerasa belanja tapi diskonnya kepake, bisa komplain. Tinggal diliat aja kode struknya, di maka lokasi tokonya bakal kelacak, kapan, jam berapa, siapa kasirnya, dan apa produk yg dibelinya. Kan juga ada CCTV di deket kasir.
Klo mau usaha buat memperkarakan yg begituan ya bisa banget. Cuma, kadang the power or ikhlas lebih sering bicara. Berapa sih gaji anak2 toko? Apa ya tega gara2 duit ngga seberapa tp ngliat mereka kena SP atau pecat?
Ini kejadian juga pas naik taksi BlueBird dari Bandara Soetta ke kos di daerah BMR Cikokol. Jam 23.15 turun dari pesawat, antre Blue Bird. Pas masuk taksi bilang ke sopir "Bang, BMR Cikokol tau ya? Belakang Transmart" "Iya neng" Pas uda keluar bandara, eh dia minta dipandu rutenya.
Alhasil krn sama2 ngga tau jalan, gw dibawa puter2 smpe argo bengkak jadi Rp 200.000. Mana di tengah jalan ujan deres dan sopir pura2 kencing di deket pohon pula. Tau sendiri alas di daerah Cengkareng sepinya kek apa. Sempet mikir buruk dikuntit komplotannya, ternyata itu trik buat bengkakin argo.
Kata sopir Blue Bird laennya pas gw naik bbrp hari kemudian, gw cerita dan dia saranin komplain aja ke call center Blue Bird. Sopir tsb bisa kena sanksi skors 1 th ngga boleh narik krn bikin konsumen kecewa dg argo yg bengkak. Tinggal sebut tgl dan waktu kejadian serta nomor lambung dan ama sopirnya. Waduh, kesian amat donk 1 th ngga gajian? Yaudala pak, gw ikhlas. Biar Tuhan aja yang bekerja terhadap niat buruknya ^^
Thursday, July 23, 2015
Haters Gonna Hate
W : "Gw follow akun hatersnya BS ama MJ donk, seru aja nyela mereka di IG. Salah sendiri heboh banget. Lagian comment2 haters itu juga pada bikin ngakak," ujar seorang teman yg jujur bikin gw kaget. Dulu gw kenal dia sebagai anak baik, pendiam, ringan tangan, ngga banyak tingkah, royal ama temen. But suddenly she became a hater? Hmm... I think that it's not all of a sudden.
Gw : "Emang lu kenal BS ama MJ?"
W : "Kenal lewat media doank"
Gw : "Pernah ikut comment?"
W : "Mayan sering"
Gw : "Trus, lu segitu bencinya meski ngga kenal deket?"
W : "Ngga siy, buat seru2an doank. Habis mereka norak"
Jadi geli sndiri. Sori, gw juga ngga ngefans ko ama mereka bedua. Tapi ngga benci juga. Haters seharusnya terjadi pada para ababil, ABG labil alias ABG alay yang tekunnya cuma belajar socmed. ABG sinting yang memuja sekolah Facebook, Twitter, Path, Instagram, etc. Jujur, fenomena haters emang unik. Mencuat seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi. Pionirnya mungkin saja generasi Z ato anak2 yg addicted to gadget. Tapi diamini oleh generasi terdahulunya, termasuk generasi X dan Y ato bahkan generasi baby boomers, hahah.. (tentu dg sasaran yg beda).
Bagi gw, haters itu luar biasa. Mereka rela buang2 waktu dan pikiran untuk hal yang ngga penting : Ngurusin masalah orang lain. Well, became a negative people sometimes really pathetic for someone else. Yakeles klo otaknya diisi hal2 penting doank, pasti ngga bakal ada waktu ngepoin dan comment jahat soal aktivitas orang dari akun media sosialnya. Sebab ngasi comment pasti perlu mikir. Jujur, gw juga banyak follow akun public figure baik di IG maupun Twitter. Tapi klo postingannya ngga banyak ngasi inspirasi ya tinggal unfollow doank.
Hidup ini uda terlalu capek mikirin masalah sendiri, apalagi masalah orang lain. Ngga sanggup. Klo ngga bisa bantu, minimal jangan mencela. Klo ngga bisa bikin orang senyum, minimal jangan bikin dia bete. Bolehlah comment klo kegiatan si public figure itu pake duit rakyat tapi impact nya ngga ada. Bisanya omdo tapi otak kosong. Silahkan mengkritisi dan kasi solusi. Sebab cuma org bego yg bisa ngritik tanpa solusi. Bisanya nyampah doank di socmed. Sayang banget kan.
Suka-suka dia, hidup dia, duit dia, makan juga ngga minta ama lu. See? Toh ketika lu jd haters, lu ngga bakal lebih baik dari orang yang lu benci. Percaya deh. Sebab orang yang hidupnya uda lebih baik, dia ngliatnya juga posthink ke depan. Kata orang Buddha/Hindu, awas karma. Kata ajaran Islam, istilah karma ngga ada tapi makna yang seperti karma ada. Sebab Tuhan dan semesta menghitung setiap inci perbuatan kita dimulai dari hati.
Wait, I'm not going to preach yo anyway. Tapi percayalah, bikin orang sakit hati dan sedih itu karmanya juga luar biasa. Seperti yg gw kasi contoh soal temen gw itu, dia pernah ngalamin diteror mati2an lewat SMS dan telp ama mantan istri pacarnya dan org2 suruhannya. Sedih banget donk, secara bertahun2 sampe2 temen gw itu hrs resign dari pekerjaannya. Gw yang denger malah ikutan sedih. Lama ngga ketemu, tapi sekalinya denger kabar kek gitu.
Sometimes, we're hard to remember what we have been doing. We're hard to understand how pain people feel because of our acts until we feel the same pain. Kata Tuhan, sebaik2 manusia adalah ia yang selalu melakukan introspeksi diri dari setiap kejadian yang menimpanya. Not to blame others.
Gw : "Emang lu kenal BS ama MJ?"
W : "Kenal lewat media doank"
Gw : "Pernah ikut comment?"
W : "Mayan sering"
Gw : "Trus, lu segitu bencinya meski ngga kenal deket?"
W : "Ngga siy, buat seru2an doank. Habis mereka norak"
Jadi geli sndiri. Sori, gw juga ngga ngefans ko ama mereka bedua. Tapi ngga benci juga. Haters seharusnya terjadi pada para ababil, ABG labil alias ABG alay yang tekunnya cuma belajar socmed. ABG sinting yang memuja sekolah Facebook, Twitter, Path, Instagram, etc. Jujur, fenomena haters emang unik. Mencuat seiring pesatnya perkembangan teknologi informasi. Pionirnya mungkin saja generasi Z ato anak2 yg addicted to gadget. Tapi diamini oleh generasi terdahulunya, termasuk generasi X dan Y ato bahkan generasi baby boomers, hahah.. (tentu dg sasaran yg beda).
Bagi gw, haters itu luar biasa. Mereka rela buang2 waktu dan pikiran untuk hal yang ngga penting : Ngurusin masalah orang lain. Well, became a negative people sometimes really pathetic for someone else. Yakeles klo otaknya diisi hal2 penting doank, pasti ngga bakal ada waktu ngepoin dan comment jahat soal aktivitas orang dari akun media sosialnya. Sebab ngasi comment pasti perlu mikir. Jujur, gw juga banyak follow akun public figure baik di IG maupun Twitter. Tapi klo postingannya ngga banyak ngasi inspirasi ya tinggal unfollow doank.
Hidup ini uda terlalu capek mikirin masalah sendiri, apalagi masalah orang lain. Ngga sanggup. Klo ngga bisa bantu, minimal jangan mencela. Klo ngga bisa bikin orang senyum, minimal jangan bikin dia bete. Bolehlah comment klo kegiatan si public figure itu pake duit rakyat tapi impact nya ngga ada. Bisanya omdo tapi otak kosong. Silahkan mengkritisi dan kasi solusi. Sebab cuma org bego yg bisa ngritik tanpa solusi. Bisanya nyampah doank di socmed. Sayang banget kan.
Suka-suka dia, hidup dia, duit dia, makan juga ngga minta ama lu. See? Toh ketika lu jd haters, lu ngga bakal lebih baik dari orang yang lu benci. Percaya deh. Sebab orang yang hidupnya uda lebih baik, dia ngliatnya juga posthink ke depan. Kata orang Buddha/Hindu, awas karma. Kata ajaran Islam, istilah karma ngga ada tapi makna yang seperti karma ada. Sebab Tuhan dan semesta menghitung setiap inci perbuatan kita dimulai dari hati.
Wait, I'm not going to preach yo anyway. Tapi percayalah, bikin orang sakit hati dan sedih itu karmanya juga luar biasa. Seperti yg gw kasi contoh soal temen gw itu, dia pernah ngalamin diteror mati2an lewat SMS dan telp ama mantan istri pacarnya dan org2 suruhannya. Sedih banget donk, secara bertahun2 sampe2 temen gw itu hrs resign dari pekerjaannya. Gw yang denger malah ikutan sedih. Lama ngga ketemu, tapi sekalinya denger kabar kek gitu.
Sometimes, we're hard to remember what we have been doing. We're hard to understand how pain people feel because of our acts until we feel the same pain. Kata Tuhan, sebaik2 manusia adalah ia yang selalu melakukan introspeksi diri dari setiap kejadian yang menimpanya. Not to blame others.
Monday, July 20, 2015
Lebaran
Nothing's horrible than thef and robbery involving violence during Lebaran. Over and over again in every year holy month Ramadhan. Welcome to my country. Kejadian ini selalu menakutkan bagi banyak pihak, termasuk saya yg feeling insecure klo bepergian jelang Lebaran. Orang nekat melakukan tindak kriminal demi sejumlah uang untuk Lebaran.
Lalu kenapa Lebaran jadi alasan? Memang ada yang bisa nolak tradisi? Tradisi pulang kampung, beli baju baru, motor baru, mobil baru, gadget baru, perhiasan baru, ngasi THR buat ponakan dan anak-anak kecil di sekitar rumah yang biasanya "unjung-unjung."
Bagi banyak orang muslim, Lebaran selalu extra cost. Cost to celebrate the Ied. Merayakan kemenangan setelah sebulan menahan hawa nafsu. Berangkat dari esensi ini, setiap org bebas memaknainya. Tapi entah kapan tradisi "extra cost" ini bermula, yang pasti smpe detik ini banyak orang masih mengamininya.
Religion and tradition. Tradisi serba baru yang disimbolkan dari apa yang nampak, ngga pernah saya ikutin. Cuma tradisi berbagi THR dan pulang kampung masihlah gw aminin. Sejak dilahirkan dari kedua orangtua yang nonmuslim, tradisi semacam ini saya maknai sendiri.
Lantaran ada extra cost ini, lantas perusahaan memutuskan memberi THR 1x gaji terhadap karyawannya alias gaji ke-13 bagi PNS. Sometimes, Eid is just an annual celebration. Family gathering, eat local food called "ketupat opor ayam," ask for forgiveness, and gift of money for children.
Namun, menolak tradisi semacam ini agak susah terurama bagi mereka yang ngga punya kerjaan tetap ato bahkan pengangguran. Maka extra cost didapat dg cara2 yang menyedihkan. Hitung ada berapa banyak motor hilang di deretan kompleks kos2anku jelang Lebaran kemarin.
Laptop, HP, kamera, duit, raib semua di dalam kamar karena kemasukan maling. Jambret merajalela di jalanan ngga kenal waktu. Perampokan toko emas terus aja bergulir. Di waktu yang sama, polisi dg seenaknya mengumumkan angka kriminalitas dari tahun ke tahun turun. Turun dari Hongkong? Yakeles ngga ada laporan diartiin ngga ada kriminalitas. Lu aja yg kurang patroli bos. Tuh orang teriak2 kejambretan di jalan sering pada ngga lapor. Lapor juga percuma kali ya, buat statistik doank.
Jadi Lebaran ngga cuma extra cost tapi juga ekstra waspada. People sometimes, will do everything to celebrate tradition just because they want to be considered as normal people. Bagi muslim newbie seperti saya, klo ngga salah memaknai esensi perayaan Idul Fitri : Merayakan kemenangan atas kehidupan dan pribadi baru yang lebih baik. Lahir menjadi manusia baru yang lebih suci.
- Happy Eid Mubarak 1436 H -
Lalu kenapa Lebaran jadi alasan? Memang ada yang bisa nolak tradisi? Tradisi pulang kampung, beli baju baru, motor baru, mobil baru, gadget baru, perhiasan baru, ngasi THR buat ponakan dan anak-anak kecil di sekitar rumah yang biasanya "unjung-unjung."
Bagi banyak orang muslim, Lebaran selalu extra cost. Cost to celebrate the Ied. Merayakan kemenangan setelah sebulan menahan hawa nafsu. Berangkat dari esensi ini, setiap org bebas memaknainya. Tapi entah kapan tradisi "extra cost" ini bermula, yang pasti smpe detik ini banyak orang masih mengamininya.
Religion and tradition. Tradisi serba baru yang disimbolkan dari apa yang nampak, ngga pernah saya ikutin. Cuma tradisi berbagi THR dan pulang kampung masihlah gw aminin. Sejak dilahirkan dari kedua orangtua yang nonmuslim, tradisi semacam ini saya maknai sendiri.
Lantaran ada extra cost ini, lantas perusahaan memutuskan memberi THR 1x gaji terhadap karyawannya alias gaji ke-13 bagi PNS. Sometimes, Eid is just an annual celebration. Family gathering, eat local food called "ketupat opor ayam," ask for forgiveness, and gift of money for children.
Namun, menolak tradisi semacam ini agak susah terurama bagi mereka yang ngga punya kerjaan tetap ato bahkan pengangguran. Maka extra cost didapat dg cara2 yang menyedihkan. Hitung ada berapa banyak motor hilang di deretan kompleks kos2anku jelang Lebaran kemarin.
Laptop, HP, kamera, duit, raib semua di dalam kamar karena kemasukan maling. Jambret merajalela di jalanan ngga kenal waktu. Perampokan toko emas terus aja bergulir. Di waktu yang sama, polisi dg seenaknya mengumumkan angka kriminalitas dari tahun ke tahun turun. Turun dari Hongkong? Yakeles ngga ada laporan diartiin ngga ada kriminalitas. Lu aja yg kurang patroli bos. Tuh orang teriak2 kejambretan di jalan sering pada ngga lapor. Lapor juga percuma kali ya, buat statistik doank.
Jadi Lebaran ngga cuma extra cost tapi juga ekstra waspada. People sometimes, will do everything to celebrate tradition just because they want to be considered as normal people. Bagi muslim newbie seperti saya, klo ngga salah memaknai esensi perayaan Idul Fitri : Merayakan kemenangan atas kehidupan dan pribadi baru yang lebih baik. Lahir menjadi manusia baru yang lebih suci.
- Happy Eid Mubarak 1436 H -
Sunday, July 19, 2015
Turkish Wave
Satu-satunya sinetron ato drama ato apalah namanya cerita bersambung yg paling suka saat ini cuma K-Drama. Itupun streaming di Youtube. Sejak tv kurang menarik, semua tontonan beralih ke layanan data. Tapi, ngga sengaja kemarin pas pulang liat TransTV di kamar ada cuplikan "Cinta Bersemi di Musim Cherry (CBdMC) " Segera. Begitu tulisan di layar tv. Insert kalimat dubbingnya, itu serial drama asal Turki.
Aha, televisi qt mulai kecanduan drama Turki? (do not confuse with Dramaturgi hehe..) Entah kpn awal masuknya sinema asal negeri kebab ini kali pertama, tiba2 pemilik stasiun tv qt mengadopsinya secara berjamaah. Seperti demam telenovela dulu, lalu drama India, lalu Korea, lalu India lagi, kemudian Turki. Agaknya, budaya Eropa Timur mulai menginvasi layar kaca Tanah Air.
Then movie/drama become the right tool for acculturating values? Yes, it's time for Turkish Wave, just like Korean Wave years ago. Sejak King Suleiman, lalu Elif, sekarang CBdMC, drama2 Turki mulai diakrabi pemirsa. Para pemilik stasiun tv menangkap kejenuhan penonton terhadap tayangan2 Hollywood sbg peluang dg menghadirkan sinema2 dari negara yang selama ini tak lazim. Berhasilkah menaikkan rating? Probably. Because there's so many commercials which break every few minutes when the drama aired (wish the drama aired without interruption ;).
Drama and culture. Seni adalah bagian dari budaya.Tengok saja di setiap tayangan drama dari negara berbeda, ada berapa simbol2 baru yang dipertontonkan. Mulai musik, fashion and accessories, dialek dan istilah khas lokal (khusus drama/film yg tdk dialihbahasakan), gadget, hingga arsitektur bangunan yg mjd setting drama.
Agak sulit menelusuri drama CBdMC lewat google. Tertarik karena salah satu pemainnya kece, searching di mesin pencari google malah bikin desperate. Meski akhirnya nemu, kendala bahasa sempet bikin gagal fokus. Ok, Kiraz Mevsimi (Cherry Blossom), dibintangi model macho bernama Serkan Cayoglu, 28 th.
Pria2 Turki emang omaigosh. Inget wkt umroh di Masjidil Haram 4 th lalu, tiap noleh ke kiri kanan papasan ama pria2 Turki selalu bergumam Subhannallah. Mba Lili, temen sekamarku yang qt tawaf selalu barengan cuma bisa senyum2 manggut2. Baru tau ya neng? Si elok bermata biru ngga cuma punya bintang Hollywood, kata dia. Ah, i c.
Dunia google bikin hidup tak lagi berjarak. Asal masukkan keyword yang tepat, semua informasi dalam genggaman. Kendala bahasa, tinggal klik google translate. Meski terjemahannya ngga selalu tepat, minimal org awam bisa belajar dari mesin penerjemah ini.
Saturday, July 18, 2015
Subway. KRL. Commuter
Mimpi punya subway seperti di Korea boleh donk. Ngga perlu yg hrs underground, stasiun ngga kumuh, keretanya bersih, wangi, penumpangnya tertib dan kece2. Mimpi banget tuh. Tapi minimal, di area stasiun dilengkapi subway refund machine alias deposit refund machine gitu. Lebay ngga? Investasinya gd sih, tapi menurutku itu bakal sangat membantu. Kadang suka kesian aja ngliat penumpang KRL antre panjang cuma mau refund tiket. Iya. Demi duit Rp 11.000 rela antre setiap kali pake KRL.
Beli donk ya tiket yg gocap-an itu. No expired date, tinggal top-up berapapun, cuma ninggal saldo Rp 20.000 yg ngga bisa di-refund. Tapi ternyata, masih banyak org qt yg ngga berpikir praktis. Apa ngga pusing tiap kali perjalanan harus antre buat refund doank? Berapa banyak waktu kebuang? Capeknya antre berdiri juga ngga ketulungan. Belum lagi klo pas panas terik. Klo loketnya di dalem stasiun masih oke. Adem. Klo yg nempel doank di pinggiran bagian luar stasiun, itu yg susah.
Pernah juga ngalamin yang beginian. Tapi ngga tahan juga akhirnya beli yg gocap. Praktis. Daripada tiap perjalanan beli tiket (dalam bentuk commuter electronic card berisi saldo tertentu) lalu pulangnya harus refund secara manual. Antre. Capek. Yah, moga2 aja someday pemerintah bisa beli deposit refund machine buat ngurangin antrean. Kesian masyarakat yg ngga punya duit. Mereka cuma bisa ngandelin moda transportasi massal yg pelayanannya belum bisa maxi.
Klo di Korea punya subway, qt punya KRL. Kereta Rel Listrik (Commuter Line). Uda byk kemajuan juga si, sejak KRL berperasi. Sekarang lebih bersih, lebih aman, meski penumpangnya msh pada norak, meski suplai listrik kadang terkendala jadinya macet. Iya, penumpangnya emang norak. Ngawur juga. Suka dorong2an, desek2an kuatir ngga kebagian seat. Mana barang bawaanya segeda gaban ditaro di lantai kereta donk, bukannya di bagasi kabin kereta. Ditegur petugas malah protes bawaan berat ngga bisa naikin. Hiks.. Apalagi klo brenti di St. Tanah Abang. Alamaak kedesek ama emak-emak yg abis borong dagangan di pasar. Siap-siap aja deh hehehe...
Sampe kapan transportasi massal di negeri ini bener2 nyaman? Butuh waktu puluhan tahun, mungkin. Ngga cuma komitmen pejabat elite. Kata mereka, uda bagus qt punya KRL yang melintas di 72 stasiun (8 stasiun transit) meski baru di wilayah Jabodetabek. Uda bagus qt punya busway, meski baru brenti di 29 halte. Jakarta doank. Nasib kota lain? Coba situ tanya ke pemkot/pemkab setempat ^_^
Beli donk ya tiket yg gocap-an itu. No expired date, tinggal top-up berapapun, cuma ninggal saldo Rp 20.000 yg ngga bisa di-refund. Tapi ternyata, masih banyak org qt yg ngga berpikir praktis. Apa ngga pusing tiap kali perjalanan harus antre buat refund doank? Berapa banyak waktu kebuang? Capeknya antre berdiri juga ngga ketulungan. Belum lagi klo pas panas terik. Klo loketnya di dalem stasiun masih oke. Adem. Klo yg nempel doank di pinggiran bagian luar stasiun, itu yg susah.
Pernah juga ngalamin yang beginian. Tapi ngga tahan juga akhirnya beli yg gocap. Praktis. Daripada tiap perjalanan beli tiket (dalam bentuk commuter electronic card berisi saldo tertentu) lalu pulangnya harus refund secara manual. Antre. Capek. Yah, moga2 aja someday pemerintah bisa beli deposit refund machine buat ngurangin antrean. Kesian masyarakat yg ngga punya duit. Mereka cuma bisa ngandelin moda transportasi massal yg pelayanannya belum bisa maxi.
Klo di Korea punya subway, qt punya KRL. Kereta Rel Listrik (Commuter Line). Uda byk kemajuan juga si, sejak KRL berperasi. Sekarang lebih bersih, lebih aman, meski penumpangnya msh pada norak, meski suplai listrik kadang terkendala jadinya macet. Iya, penumpangnya emang norak. Ngawur juga. Suka dorong2an, desek2an kuatir ngga kebagian seat. Mana barang bawaanya segeda gaban ditaro di lantai kereta donk, bukannya di bagasi kabin kereta. Ditegur petugas malah protes bawaan berat ngga bisa naikin. Hiks.. Apalagi klo brenti di St. Tanah Abang. Alamaak kedesek ama emak-emak yg abis borong dagangan di pasar. Siap-siap aja deh hehehe...
Sampe kapan transportasi massal di negeri ini bener2 nyaman? Butuh waktu puluhan tahun, mungkin. Ngga cuma komitmen pejabat elite. Kata mereka, uda bagus qt punya KRL yang melintas di 72 stasiun (8 stasiun transit) meski baru di wilayah Jabodetabek. Uda bagus qt punya busway, meski baru brenti di 29 halte. Jakarta doank. Nasib kota lain? Coba situ tanya ke pemkot/pemkab setempat ^_^
Friday, June 26, 2015
Teknologi
Suka ngiri ama teman-teman yang tinggal di kota2 yang uda bisa dijangkau layanan 4G (LTE) Bolt. Layanan data berkecepatan super. Hari gini siapa yang ngga mupeng ama internet berkecepatan super dg harga "terjangkau." Pernah incip2 layanan Bolt, nebeng punya teman di kantor. Mau beli sayang juga, di kos uda ada wifi yang kenceng. Cuma Rp 180.000 per bulan bisa streaming ampe mampus tiap hari, kecuali ada hujan pasti bakal gangguan 1-2 hari. Ini bikin bete.
Saya penduduk nomaden Jabodetabek. Rumah di Surabaya. Layanan ini belum ada di kota kelahiran saya. Sayang banget. Provider gd seperti TSel, XL, Smartfren emang uda ada layanan 4G tapi tarifnya mahal.
Era masyarakat informasi emang unik, selalu rakus data. TV uda ngga menarik. Jujur, saya tipe orang yang jarang nonton TV. Sebulan mungkin cuma 3-4 kali nyalain TV. Menikmati layanan data jauh lebih seru. Selamat datang di era konvergensi media. Ketika semua paket informasi bisa diakses hanya dengan satu media/gadget.
Mobilitas yang tinggi membuat layanan data menjadi primadona. Bukan, bukan dipake untuk sekadar socmed. Rugilah klo langganan data mahal2 cuma buat login Path, Instagram, Twitter ato Instant Messanger lainnya. Facebook bahkan uda ngga jaman. Streaming Youtube ato file2 video online jauh lebih seru melebihi nonton film di TV kabel atau berita di TV yang datar2 aja.
Menanti weekend yang cuma duduk seharian di kamar ngabisin kuota, rasanya seperti mau dilamar pacar. Persiapannya jauh lebih heboh buat weekend. Senengnya akut.
Dosenku pernah bilang, teknologi itu seperti sampah. Life cycle nya pendek dan soon or later inovasi yang dielu-elukan di suatu masa tiba2 menjadi barang rongsokan yang mengenaskan. Seperti baru kemarin aja beli, lalu tertidur dan pas bangun eh barang itu uda ketinggalan jaman.
Fungsinya menjadi sangat terbatas karena ditemukannya teknologi lain yg mampu memberikan fungsi yg lebih banyak. Karena diproduksi massal, maka harganya pun jauh lebih murah. Teknologi "mahal" yang ada di genggaman kemarin, yang dielu-elukan, tiba2 menjelma jadi penyesalan. That's the way technology goes.
Saya penduduk nomaden Jabodetabek. Rumah di Surabaya. Layanan ini belum ada di kota kelahiran saya. Sayang banget. Provider gd seperti TSel, XL, Smartfren emang uda ada layanan 4G tapi tarifnya mahal.
Era masyarakat informasi emang unik, selalu rakus data. TV uda ngga menarik. Jujur, saya tipe orang yang jarang nonton TV. Sebulan mungkin cuma 3-4 kali nyalain TV. Menikmati layanan data jauh lebih seru. Selamat datang di era konvergensi media. Ketika semua paket informasi bisa diakses hanya dengan satu media/gadget.
Mobilitas yang tinggi membuat layanan data menjadi primadona. Bukan, bukan dipake untuk sekadar socmed. Rugilah klo langganan data mahal2 cuma buat login Path, Instagram, Twitter ato Instant Messanger lainnya. Facebook bahkan uda ngga jaman. Streaming Youtube ato file2 video online jauh lebih seru melebihi nonton film di TV kabel atau berita di TV yang datar2 aja.
Menanti weekend yang cuma duduk seharian di kamar ngabisin kuota, rasanya seperti mau dilamar pacar. Persiapannya jauh lebih heboh buat weekend. Senengnya akut.
Dosenku pernah bilang, teknologi itu seperti sampah. Life cycle nya pendek dan soon or later inovasi yang dielu-elukan di suatu masa tiba2 menjadi barang rongsokan yang mengenaskan. Seperti baru kemarin aja beli, lalu tertidur dan pas bangun eh barang itu uda ketinggalan jaman.
Fungsinya menjadi sangat terbatas karena ditemukannya teknologi lain yg mampu memberikan fungsi yg lebih banyak. Karena diproduksi massal, maka harganya pun jauh lebih murah. Teknologi "mahal" yang ada di genggaman kemarin, yang dielu-elukan, tiba2 menjelma jadi penyesalan. That's the way technology goes.
Thursday, June 25, 2015
Life
Sebenarnya, apa yang kamu cari? Apakah dengan menjegal kaki orang lain maka kamu akan lebih dulu sampai di garis finish? Apakah dengan menebar gosip murahan kamu akan terlihat lebih baik sebagai pembanding antara hitam putih yang kamu ciptakan? Apakah dengan melontarkan kalimat2 satir setiap kali obrolan, maka kamu akan terlihat lebih cerdas? Cerdas mencari celah orang lain. Mirip kata pepatah, gajah di pelupuk mata tak nampak, kuman di seberang lautan tampak.
Saya jadi ingat kalimat seorang kawan. Ketika kamu tak bisa membuat orang lain tertawa, minimal jangan membuatnya menangis. Ketika kamu tak bisa menghibur, minimal jangan menyakiti. Ketika kamu tak bisa memberi, minimal jangan mencela.
Dalam kamus saya, perilaku orang2 semacam itu lebih mirip dg orang sakit jiwa terselubung. Gangguan kepribadian, sebuah kondisi yang tak lazim yang lama2 mendorong orang lain utk membentuk kepribadian serupa. Sebuah perilaku berulang yang menjadi kebiasaan. Itulah kepribadian. Kepribadian sakit jiwa yang menjadi jamak.
Ketika materi candaan tiap hari mengarah pada fisik, harta, dan intelektual seseorang. Ketika celaan sudah menjadi kebiasaan alias hobi. Then, welcome to the jungle.
Lagi2 ingat nasehat teman, hidup ini menjadi begitu banyak masalah kalau kita memasukkan semua permasalahan itu ke dalam kepala dan hati. Yang ada, kita bakal ikutan gila. Sebab tak setiap masalah perlu dipikir. Butuh kebiasaan saja utk bisa membedakan mana masalah sepele dan mana masalah berat.
Kapasitas otak manusia terbatas. Ada hal2 yang tak perlu masuk ke dalam otak, apalagi turun ke hati. Ketika semua hal dijejalkan masuk, maka isi kepala akan tumpah. Sering kita tak sadar bagian mana yang tumpah akibat salah menyusun prioritas.
Manusia punya dua telinga dan satu mulut. Idealnya, mereka lebih banyak mendengar ketimbang bacotnya. Tapi banyak juga yang ngga nyadar.
Semoga hal2 semacam ini mampu menjadi ladang amal untuk membangun kesabaran dan senantiasa memohon ampun pada-Nya.
Friday, June 5, 2015
Dailan Isekak
Saya bukan simpatisan DI, tapi ketika melihatnya dihujat rame2 lewat tulisan "Dahlan Iskan Kesetrum Gardu Listrik" hati saya miris. Era pendzaliman sdg dimulai? Orang2 yg tak paham benar kasusnya mendadak sotoy dan girang.
Apa benar proyek senilai lebih dari Rp 1 triliun itu memperkaya dirinya? Musuh seringkali sukses mencari celah lawan meskipun kasus yg sebenarnya tdk segamblang definisi korupsi itu sendiri.
Pembaca yg cerdas tdk seenaknya latah menghujat. DI mungkin bukan orang bersih, tapi mungkin juga tidak senggarong yang dibayangkan org lewat berita2 di media massa yg kdg ditulis oleh wartawan kemarin sore yg cuma paham sepenggal kasusnya.
Agak susah ketika informasi telah menjadi bagian dari komoditas. Demi rating. Demi iklan. Akibatnya, banyak media yg mendadak ikut2an menyorot hanya karena tak ingin ditinggal permirsa/pembacanya (kecuali Jawa Pos Grup sudah pasti akan mengabaikan isu ini).
DI memang sudah lama menjadi TO untuk dijebloskan dalam jeruji besi, sebab posisinya sangat strategis menangani proyek2 "raksasa" di mana ada banyak orang yang berpotensi tidak kebagian pelicin. Orang2 tersebut (mungkin) berpotensi menjelma sbg malaikat suci yg merasa berhak memutuskan siapa yg salah dan siapa yg benar. Tinggal tunggu waktu.
Saya tak hendak membela DI, tak ada untungnya juga bagi saya. Namun saya lebih miris menghadapi kenyataan bahwa negeri ini sampai kapanpun tak akan siap dipimpin oleh sebaik2 apapun sosok pemimpinnya. Selalu mencari celah, gampang menghujat, enggan belajar dari kesalahan, sulit memberi kesempatan pada sosok pemimpin yang sedang ingin berbenah. Lalu, lebih tepatnya carilah pemimpin dari bangsa malaikat.
*Saya, yang selalu berdoa agar pemimpin2 negeri ini amanah*
Apa benar proyek senilai lebih dari Rp 1 triliun itu memperkaya dirinya? Musuh seringkali sukses mencari celah lawan meskipun kasus yg sebenarnya tdk segamblang definisi korupsi itu sendiri.
Pembaca yg cerdas tdk seenaknya latah menghujat. DI mungkin bukan orang bersih, tapi mungkin juga tidak senggarong yang dibayangkan org lewat berita2 di media massa yg kdg ditulis oleh wartawan kemarin sore yg cuma paham sepenggal kasusnya.
Agak susah ketika informasi telah menjadi bagian dari komoditas. Demi rating. Demi iklan. Akibatnya, banyak media yg mendadak ikut2an menyorot hanya karena tak ingin ditinggal permirsa/pembacanya (kecuali Jawa Pos Grup sudah pasti akan mengabaikan isu ini).
DI memang sudah lama menjadi TO untuk dijebloskan dalam jeruji besi, sebab posisinya sangat strategis menangani proyek2 "raksasa" di mana ada banyak orang yang berpotensi tidak kebagian pelicin. Orang2 tersebut (mungkin) berpotensi menjelma sbg malaikat suci yg merasa berhak memutuskan siapa yg salah dan siapa yg benar. Tinggal tunggu waktu.
Saya tak hendak membela DI, tak ada untungnya juga bagi saya. Namun saya lebih miris menghadapi kenyataan bahwa negeri ini sampai kapanpun tak akan siap dipimpin oleh sebaik2 apapun sosok pemimpinnya. Selalu mencari celah, gampang menghujat, enggan belajar dari kesalahan, sulit memberi kesempatan pada sosok pemimpin yang sedang ingin berbenah. Lalu, lebih tepatnya carilah pemimpin dari bangsa malaikat.
*Saya, yang selalu berdoa agar pemimpin2 negeri ini amanah*
Hemat
Budaya hemat itu berawal dari gaji. Suatu siang, mungkin setiap hari siang menghadapi teman-teman yang ketika makan siang harus membawa air mineral sendiri. Menyisir depot-depot murah alias food court pinggir jalan yang setiap kali makan tidak lebih dari Rp 20.000. Pemandangan ini terjadi pula di cabang lain, masih di kantor yg sama.
Pernah saya iseng mengkalkulasi dan membandingkan, sebesar besar nilai penghematan jika membeli minum di depot dg membawa air mineral sendiri. Jika asumsinya es teh Rp 3.000 x 22 = Rp 66.000 maka spend money untuk minuman ketika makan siang dlm sebulan tak sampai Rp 100.000. Bukan angka yang fantastis. Namun sedikit aneh ketika mereka mampu menenteng gadget2 update yang bahkan tak bisa mereka makan.
Jujur, budaya seperti ini baru bagi saya. Di perusahaan sebelumnya, makan siangpun bahkan hampir setiap hari di mal. Mau nongkrong di cafe manapun tak jadi soal. Karaoke kapanpun tak pernah mengeluh. Semua tinggal bilang. Tak tau berapa besar gaji sebulan, ATM juga nyaris tak pernah digunakan. Biaya operasional utk hidup sehari2 selama bertahun2 sdh "terjamin." Jangan kaget, itulah bedanya profesi dulu dengan sekarang.
Bagi teman2 yg "terperangkap" dlm zona nyaman, meninggalkan profesi yg lama adalah hal yg sangat bodoh. Namun bagi saya, bekerja itu juga soal nurani. Saya tak ingin menjadi katak dlm tempurung yang hanya memahami hidup melalui teropong kacamata kuda. Saya melompat. Kenyataan yg saya dapati tidak sesuai ekspektasi. Lupakan salary 2 digit. Apakah saya kecewa? Kadang. Namun, sampai detik ini saya percaya jika saya sebetulnya layak digaji 3x lipat dr saat ini dan itu tidak terjadi, maka selebihnya Tuhan akan memberikan yang 2x itu dalam bentuk lain. Biarlah Tuhan yang menilai kerja keras saya.
Saya masuk ke dalam sebuan perusahaan yg menerapkan efisiensi gila2an. Termasuk gerakan mematikan lampu 1 jam ketika jam makan siang (padahal tdk sebanding dg ongkos mengganti peralatan listrik yg cepat rusak ketika sering2 ON-OFF). Efisiensi ini dilihat dari sisi yg mana?
Sebuah perusahaan yang bahkan entah sengaja atau tidak, mempekerjakan lebih banyak lulusan SMA dg harapan boleh menggaji mrk sebatas UMR. Banyak karyawan yang berusia muda sekitar 23-26 tahun tapi sudah punya anak 2-3. Awalnya saya bengong, ke mana masa mudanya? Pada usia tsb (usia di mana saya ribut bekerja dan membiaya kuliah) mereka sudah ribut perkara susu bayi dan menyekolahkan anak. Mereka mengawali karirnya sejak lulus SMA, lalu menikah. Lalu, apakah gelar setinggi apapun punya kecenderungan tdk berlaku karena keengganan membayar gaji yang lebih tinggi? Bisa jadi. Apakah dg bekal S2 lantas gampang menjadi GM dalam tempo 1-2 tahun? Agaknya terlalu bermimpi.
Gaji boleh pas2an, asal jangan terlalu menekan gaya hidup. Hiduplah sewajarnya, itu lebih baik. Kebiasaan lama yang cenderung foya2 boleh ditinggalkan, sebab ritme dan beban pekerjaan dulu dan sekarangpun sudah beda. Banyak hal yg sebetulnya bisa diadaptasi pelan2.
But eniwe, the miracles come to those who believe in them. Tuhan memberikan kejutan2 kecil yang menjawab doa saya tsb. Tanpa harus melompat lagi, ada banyak hal yang menghampiri saya dan itu pula mendatangkan banyak hal. Saya semakin yakin, jika hidup bukanlah soal menemukan di mana ujung jalan, sebab jalan yang kita sangka ujung ternyata hanyalah sebuah tikungan, maka sepeda harus tetap dikayuh. Prosesnya harus benar2 dinikmati. Kadang kita jatuh, lalu ditertawakan, diremehkan, dan dilupakan. Tapi kita tetap punya kesempatan untuk bangkit asal kita mau. Tak perlu cemas dg ketidakjelasan hari esok. Gus Solah bilang, esok itu gaib. Bekerjalah bersungguh2 tanpa semata2 menuntut materi. Yakinlah, sebuah jalan yang luas membentang akan ditemui oleh mereka yang bekerja keras dan memiliki niat untuk memuliakan banyak orang.
Salam.
Pernah saya iseng mengkalkulasi dan membandingkan, sebesar besar nilai penghematan jika membeli minum di depot dg membawa air mineral sendiri. Jika asumsinya es teh Rp 3.000 x 22 = Rp 66.000 maka spend money untuk minuman ketika makan siang dlm sebulan tak sampai Rp 100.000. Bukan angka yang fantastis. Namun sedikit aneh ketika mereka mampu menenteng gadget2 update yang bahkan tak bisa mereka makan.
Jujur, budaya seperti ini baru bagi saya. Di perusahaan sebelumnya, makan siangpun bahkan hampir setiap hari di mal. Mau nongkrong di cafe manapun tak jadi soal. Karaoke kapanpun tak pernah mengeluh. Semua tinggal bilang. Tak tau berapa besar gaji sebulan, ATM juga nyaris tak pernah digunakan. Biaya operasional utk hidup sehari2 selama bertahun2 sdh "terjamin." Jangan kaget, itulah bedanya profesi dulu dengan sekarang.
Bagi teman2 yg "terperangkap" dlm zona nyaman, meninggalkan profesi yg lama adalah hal yg sangat bodoh. Namun bagi saya, bekerja itu juga soal nurani. Saya tak ingin menjadi katak dlm tempurung yang hanya memahami hidup melalui teropong kacamata kuda. Saya melompat. Kenyataan yg saya dapati tidak sesuai ekspektasi. Lupakan salary 2 digit. Apakah saya kecewa? Kadang. Namun, sampai detik ini saya percaya jika saya sebetulnya layak digaji 3x lipat dr saat ini dan itu tidak terjadi, maka selebihnya Tuhan akan memberikan yang 2x itu dalam bentuk lain. Biarlah Tuhan yang menilai kerja keras saya.
Saya masuk ke dalam sebuan perusahaan yg menerapkan efisiensi gila2an. Termasuk gerakan mematikan lampu 1 jam ketika jam makan siang (padahal tdk sebanding dg ongkos mengganti peralatan listrik yg cepat rusak ketika sering2 ON-OFF). Efisiensi ini dilihat dari sisi yg mana?
Sebuah perusahaan yang bahkan entah sengaja atau tidak, mempekerjakan lebih banyak lulusan SMA dg harapan boleh menggaji mrk sebatas UMR. Banyak karyawan yang berusia muda sekitar 23-26 tahun tapi sudah punya anak 2-3. Awalnya saya bengong, ke mana masa mudanya? Pada usia tsb (usia di mana saya ribut bekerja dan membiaya kuliah) mereka sudah ribut perkara susu bayi dan menyekolahkan anak. Mereka mengawali karirnya sejak lulus SMA, lalu menikah. Lalu, apakah gelar setinggi apapun punya kecenderungan tdk berlaku karena keengganan membayar gaji yang lebih tinggi? Bisa jadi. Apakah dg bekal S2 lantas gampang menjadi GM dalam tempo 1-2 tahun? Agaknya terlalu bermimpi.
Gaji boleh pas2an, asal jangan terlalu menekan gaya hidup. Hiduplah sewajarnya, itu lebih baik. Kebiasaan lama yang cenderung foya2 boleh ditinggalkan, sebab ritme dan beban pekerjaan dulu dan sekarangpun sudah beda. Banyak hal yg sebetulnya bisa diadaptasi pelan2.
But eniwe, the miracles come to those who believe in them. Tuhan memberikan kejutan2 kecil yang menjawab doa saya tsb. Tanpa harus melompat lagi, ada banyak hal yang menghampiri saya dan itu pula mendatangkan banyak hal. Saya semakin yakin, jika hidup bukanlah soal menemukan di mana ujung jalan, sebab jalan yang kita sangka ujung ternyata hanyalah sebuah tikungan, maka sepeda harus tetap dikayuh. Prosesnya harus benar2 dinikmati. Kadang kita jatuh, lalu ditertawakan, diremehkan, dan dilupakan. Tapi kita tetap punya kesempatan untuk bangkit asal kita mau. Tak perlu cemas dg ketidakjelasan hari esok. Gus Solah bilang, esok itu gaib. Bekerjalah bersungguh2 tanpa semata2 menuntut materi. Yakinlah, sebuah jalan yang luas membentang akan ditemui oleh mereka yang bekerja keras dan memiliki niat untuk memuliakan banyak orang.
Salam.
Thursday, May 21, 2015
Hidup
Hidup ini seperti berlari-lari. Sering kita dihadapkan pada pilihan-pilihan sulit yang memaksa kita berkeputusan dalam sekejap. Dengarlah kata hati. Kadang, di satu masa tak ada yang lebih jujur darinya.
Dirimulah yang paling tau ke mana kakimu harus melangkah, ke mana tanganmu harus diulurkan, ke mana jiwamu harus mengabdi, dan ke mana hatimu harus berlabuh.
Tuhan kadang enggan campur tangan pada manusia yang menilai dirinya terlalu tinggi. Namun, ketika kamu tak lagi peduli tentang nilai diri, hanya terus berlari hingga di ujung nafas, berserah segenap jiwa, DIA akan memberimu segalanya.
Dirimulah yang paling tau ke mana kakimu harus melangkah, ke mana tanganmu harus diulurkan, ke mana jiwamu harus mengabdi, dan ke mana hatimu harus berlabuh.
Tuhan kadang enggan campur tangan pada manusia yang menilai dirinya terlalu tinggi. Namun, ketika kamu tak lagi peduli tentang nilai diri, hanya terus berlari hingga di ujung nafas, berserah segenap jiwa, DIA akan memberimu segalanya.
Monday, May 4, 2015
Dendam Kesumat Polri KPK
Tak ada yang lebih menyeramkan selain menyaksikan perseteruan dua lembaga penegak hukum di negeri ini. Polri vs KPK. Sebuah konsekuensi negeri yang tengah merangkak membangun sistem pemerintahan yang bersih di atas pilar demokrasi. Di sini, analogi cicak vs buaya sepertinya bakal terus berulang ketika kepemimpinan sebuah lembaga dibangun di atas semangat arogansi.
Semangat arogansi untuk memberangus mental "sok bersih," sebab yang ada hanyalah para pendosa yang tak layak tampil memimpin negeri. Mereka yang coba2 tampil akan menjadi pahlawan kesiangan yang ujung2nya akan terpuruk di balik terali besi. Polri sedang menunjukkan tajinya. Hanya penguasa Polri yang boleh bebas macam2.
Perseteruan itu bak ironi ketika para penegak hukum dalam tubuh KPK tak lain adalah para anggota Polri sendiri yang notebene sudah dianggap "insaf." Kalau demikian, Polri sedang melakukan pembusukan dari dalam. Seluruh negeri ini dibuat terperangah. Apa benar, ketika kelemahan seseorang dijadikan senjata pamungkas untuk membumihanguskan nama baiknya itu sah secara hukum? Benar-benar dendam kesumat tak akan pernah tamat.
Lantas buat apa dibentuk KPK? Semangat memberantas korupsi memang patut diacungi jempol. Namun, kerja lembaga pemberantas korupsi di sebuah negeri yang korup tentu tidak mudah. Batu sandungannya cukup besar. Taruhannya pun nyawa. Hanya mereka yang bermental baja yang siap merapatkan barisan ke dalam tubuh lembaga tersebut. Seharusnya, mereka juga telah mempersiapkan "peralatan perang" terlebih dulu ketika tau siapa yang bakal jadi musuhnya. Yang mereka hadapi bukanlah maling ayam atau maling sandal.
Itu sebabnya, bekal agama saja tidak cukup. Beberapa petinggi KPK yang "pada akhirnya" dijerat oleh hukum tampak sangat percaya diri menyertakan simbol2 keagamaan ketika nama mereka mendadak beken di media massa. Berlindung di balik simbol agama, bahwa apa yang mereka lakukan tidak berdosa. Semata2 semua karena dirinya sedang diuji oleh Allah. Ok, they're trying to prove that they are innocent.
Saya sangat berempati terhadap KPK, tapi jujur saya geli melihat ulah mereka. Yg satu berbicara hukum negara, satunya berbicara hukum agama. Publik sekarang semakin cerdas. Apakah hanya dengan mengusung simbol2 agama akan terlihat lebih alim dan "bersih?" Bapak perlu membeberkan bukti bahwa apa yg dilakukan Polri memang tidak cukup beralasan alias mengada2.
Meski kita semua tahu bahwa apa yang dilakukan Polri besar kemungkinan adalah upaya "balas dendam," namun bangunlah pencitraan yang lebih cerdas melalui media massa. Pahami tentang model opini publik di negeri ini dan siapa saja yg berpotensi kuat menjadi sumber pembangun opini tersebut. Tak perlu mencampuradukkan urusan agama dengan urusan sekuler atau yang sifatnya kenegaraan, sebab negara ini sudah terlalu banyak mengintervensi urusan agama.
Subscribe to:
Posts (Atom)